XI.
Aku
sudah merasakan minggu-minggu awalku di dorm akademi. Harusnya aku sudah
memiliki seorang teman dekat tapi nyatanya belum. Dan yang lebih parah adalah
aku tidak memiliki seorang teman satu bilik—aku tidak tahu harus senang atau
tidak untuk hal yang satu ini—karena jumlah siswi yang lolos tahun ini ganjil.
Otomatis kamarku berada di lantai terakhir untuk lantai yang dihuni siswa baru,
meski sebenarnya masih banyak lagi lantai di bawah lantaiku untuk siswa akademi
tahun sebelumnya. Oh ya, dorm dan semua fasilitas lain yang diperlukan untuk
para prajurit berada tepat di bawah Markas. Jadi jika ada warga sipil yang
berkata bahwa Markas Utama itu kecil untuk ukuran markas yang memiliki ribuan
prajurit, mereka salah. Jujur saja, aku juga baru tahu bentuk bangunan bawah
tanah Markas ketika aku melihat denahnya di perpustakaan. Bangunan ini seperti
kota kecil di bawah tanah, hampir semua kegiatan dilakukan di bawah
sini—kecuali latihan fisik tentunya.
Minggu
pun akhirnya berganti bulan. Aku sudah merasakan minggu-minggu dimana aku rindu
rumah. Hampir setiap bulan aku mengirim surat pada Ibu. Dan aku baru
mendapatkan balasan di bulan keempatku. Dari surat pertamanya, sepertinya Ibu
sudah mengikhlaskan pilihanku meski masih ada sedikit nada penyesalan di beberapa
baris kalimatnya, tapi aku memakluminya.
Sejauh
ini, aku sudah belajar pengetahuan dasar tentang senjata yang akan aku pakai
nantinya. Aku juga sudah belajar tentang berbagai macam potion dan makanan yang
bisa memberikan efek pada tubuh. Kebanyakan potion sudah dijual di NPC jadi aku
tidak perlu meramunya lagi dan sisanya harus dibeli dengan Gold—mata uang yang
berlaku di seluruh Novus. Selain itu, aku belajar tentang berbagai jenis armor.
Tiap kali kami dirasa sudah memenuhi kriteria untuk naik tingkatan, kami
diperbolehkan untuk mengenakan armor baru, tapi lagi-lagi, barang-barang
semacam itu harus di beli di NPC dengan uang kami sendiri. Kenapa Markas
menguras pelan-pelan siswanya, hah? Kenapa mereka tidak membagikannya secara
gratis? Payah. Dan yang terakhir adalah kelas Force. Seperti yang di ajarkan
Tuan Shedir, mereka mengajarkan hal yang sama di sini. Ini salah satu kelas
kesukaanku selain kelas sejarah peperangan. Oh ya aku lupa, ada satu kelas yang
paling membosankan yaitu kelas yang mempelajari tentang monster-monster.
Monster-monster di Novus terlalu banyak jenisnya dan kebanyakan dari mereka
adalah hasil gagal Biro Penelitian yang tidak bisa dijinakkan. Kami seringkali
di ajak keluar markas hanya untuk bertemu dengan monster-monster tersebut.
Monster-monster tersebut mempunyai hunting item yang bisa di ambil ketika
mereka sudah dikalahkan. Beberapa dari mereka mempunyai hunting item berupa
senjata dan armor yang bisa di pakai, potion dan barang-barang mahal yang bisa
dijual di NPC. Setidaknya kami para siswa bisa meghasilkan satu-dua disena
dengan menjual hunting item yang kami dapatkan dari mengalahkan para monster
itu. Dan satu-satunya yang aku sukai dari kelas ini hanya ketika trainer
memberikan tantangan memburu monster dengan hunting item terbanyak dan
pemenangnya akan mendapatkan poin tertinggi di kelas.
Suatu hari,
selepas kelas terakhir, aku melihat ada keramaian di luar Markas. Dari kejauhan
terlihat sedang ada pertandingan Gravity Core. Temanku bilang itu seperti
permainan rugby. Dari sistematika yang aku lihat memang seperti itu, tapi
bentuk Gravity Stone yang diperebutkan aneh sekali, itu lebih pantas aku sebut
sebagai ‘bola’ di pertandingan ini. Terlebih mengalahkan satu orang pemain
lawan bisa mendapatkan satu poin. Kalau begitu caranya bukankah lebih baik
saling mengalahkan saja, bola(aneh)nya jadi tidak begitu berarti lagi bukan?
Aku keluar
untuk melihat pertandingan itu lebih dekat. Sudah banyak yang duduk di
pinggiran Markas hanya untuk melihat pertandingan itu. Aku berusaha mencari
teman-temanku yang lainnya untuk bergabung, tapi rasanya sulit di tengah massa
yang sebanyak ini. Aku melihat Four di sana. Ah ya, Four…beberapa bulan di sini
belum bisa mempertemukanku dengan Four. Padahal jarak kami sekarang sudah
sebegitu dekatnya tapi kami masih belum juga bisa bertemu—mungkin aku yang
masih belum ingin Four tahu keberadaanku di sini, tepatnya. Saat ini, Four yang
sedang membawa bola aneh itu menuju ke sebuah tempat—mari kita sebut tempat itu
dengan ‘gawang’—untuk membuat angka. Teman-teman setimnya pun ikut memberikan
assist padanya, sementara dari tim lawan mencoba untuk menghalangi Four untuk
membuat angka. Tapi Four berhasil mencetak angka, meski dengan susah payah dan
beberapa temannya mengalami cedera karena serangan-serangan yang dikenakan oleh
lawan. Para penonton pun bersorak tepat ketika Four melakukannya. Ia
melakukannya dengan gaya yang keren. Aku hanya bisa melipat tangan dan melihat
tingkahnya yang seperti anak-anak itu ketika berhasil mencetak angka.
“Nona Four,
kau yang terhebat!!!” dan lagi-lagi aku mendengar panggilan itu di elu-elukan
para penonton. Nona Four, sepertinya aku harus belajar memanggilnya seperti
itu.
“Anak muda
bernama Four itu sepertinya bisa menjadi angin segar untuk Holy Alliance. Aku
sudah lihat track record-nya. Untuk seorang prajurit muda, ia patut untuk
diperhitungkan. Kemampuannya sangat menakutkan. Sepertinya ia tidak memiliki
celah. Andai saja ada seratus remaja sepertinya yang masuk ke akademi, pasti
Cora bisa menghalau para Accretia dan Bellato di setiap pertarungan”
“Kau sudah
lihat caranya mengatur pasukan? Ia tidak terlihat seperti seorang remaja
berusia delapan belas tahun yang sedang memimpin sebuah batalion inti.
Hah…seharusnya kita waspada pada anak muda seperti itu . Karena semakin tahun
semakin banyak anak muda tangguh yang lolos akademi ketimbang usia seperti kita
ini. Remaja seperti mereka bisa menggeser prajurit berusia lanjut seperti kita
ini. Untuk bisa seperti sekarang saja, aku harus mati-matian” salah seorang
dari mereka tertawa.
“Tapi peringkat dua ratus besar
belum ada apa-apanya dibandingkan dengan selamat di medan perang sampai detik
ini, Corvey”
“Ah ya, kau benar” aku mendengar
pembicaraan orang-orang di belakangku. Mereka tertawa.
Sepertinya
untuk bisa menjadi seorang prajurit dengan peringkat tinggi memang sangat
sulit. Kira-kira berapa ya usia orang-orang di belakangku ini? Aku menoleh ke
belakang, mencuri pandang sosok mereka yang berbicara tadi. Aku pikir mereka
masih berusia tigapuluh tahunan. Tiba-tiba terdengar suara sorakan penonton
lagi. Ah, rupanya kali ini salah seorang dari tim lawan berhasil membuat angka.
Aku melewatkan detik-detik itu karena tadi aku sibuk mendengarkan pembicaraan
orang-orang di belakangku ini.
“Hei,
Valerie! Aku pikir tadi kau bilang hendak pergi ke perpustakaan” tiba-tiba
seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh, itu Elyon, teman sekelasku.
“Oh hey, kau, El!” kataku setengah
kaget,”tadi aku baru saja membeli persedian potion di NPC lalu melihat
pertandingan ini, jadi aku pikir tidak ada salahnya untuk mampir barang
sebentar” aku tersenyum lebar.
“Oh…siapa
jagoanmu?” tanyanya sembari melemparkan pandangan kembali ke lapangan.
“Hm…Four—eh,
maksudku Nona Four” Elyon melirikku.
“Rupanya
kau penggemar Nona Four juga ya?” tanyanya sembari tersenyum. Aku melemparkan
pandanganku pada Four yang sedang memberikan assist pada teman satu timnya.
Ingin rasanya bilang ‘Ia sahabat kecilku’, tapi aku urungkan. Aku pikir itu
bukan sesuatu yang harus diketahui banyak orang. Kalau ditanya seperti itu, aku
ingin sekali menjawab bahwa aku adalah penggemarnya sejak awal. Jauh sebelum
Four dikenal banyak orang seperti sekarang, saat ia masih hanya seorang gadis
kecil yang senang mencari kupu-kupu di Padang Spire. Aku sudah mengaguminya
sejak Four baru pertama menggunakan pedang. Sejak Four berhasil mengalahkan
Ratmoth pertamanya ketika usianya lima tahun. Dan masih banyak ‘sejak’ yang
akan aku gunakan sebagai alasan kenapa aku mengaguminya.
“Nona Four
patut untuk dikagumi. Ia adalah spirit-mechine para pemuda untuk bisa menjadi
lebih hebat setiap harinya, jadi wajar saja kalau kebanyakan dari penggemarnya
adalah siswa akademi yang masih berusia belasan tahun”
“Kau tahu,
bahkan banyak dari prajurit lama yang sudah menyatakan cinta padanya”
“Benarkah?
Lalu, apa ada dari mereka yang Four terima?”
“Aku rasa
selalu dikalahkan harga dirinya lewat pertarungan”
“Maksudmu?”
“Mereka
yang ingin mendapatkan cintanya harus mampu mengalahkannya terlebih dahulu
lewat pertarungan satu lawan satu. Dan sejauh ini, belum ada dari lelaki itu
yang bisa mengalahkannya” kata Elyon,”Ah, aku jadi kurang percaya diri setelah
mendengar hal itu dari temanku. Bisa tidak ya, aku memenangkan hati Four?”
gumamnya. Aku meliriknya, tersenyum.
“Aku pikir
Nona Four bukan wanita seperti itu. Ia hanya tidak bisa berkata tidak pada
orang lain jadi ia mengatakannya lewat pertarungan. Hm, lebih dari itu, ia
sangat menginginkan pria yang benar-benar mencintainya. Bukan hanya karena ia
memiliki sesuatu untuk dicintai. Ia hanya ingin dicintai dengan tulus” kataku,
tatapanku lekat pada Four yang masih terus bertahan.
“Kenapa
bicaramu seperti kau sudah kenal dekat dengannya?” tanya Elyon tiba-tiba.
“Benarkah?
Ahahaha, aku sebenarnya hanya menebak-nebak saja. Kau tahu kan aku senang
mempelajari psikologis seseorang, hahaha” aku menggaruk kepalaku, berusaha
menyembunyikan bahwa aku memang benar-benar mengenal Four.
Pertandingan
hari itu dimenangkan oleh tim lawan dengan gelar MVP jatuh pada prajurit
bernama Lung—ia salah satu prajurit yang berada dalam peringkat lima belas
teratas. Dan saat ini ia sedang menjabat sebagai seorang wakil Archon I. Jadi
pantas saja jika gelar itu jatuh padanya. Dia orang hebat.
Aku
hanya ingin bilang:
Aku rindu kau. Kau yang
terhebat.
Semangat,
Four!!! <3
Aku mengirim
sebuah email padanya. Aku harap itu bisa menghiburnya.
Aku pun
pergi ke perpustakaan seperti rencana awalku. Ada yang harus aku tulis tentang
Ore langka—karangan ilmiah memang selalu menarik untukku tapi sepertinya tidak
dengan yang berbau barang tambang.
Sesampainya
di perpustakaan, aku segera menuju rak buku yang aku maksud. Aku sudah tahu
buku apa yang harus aku baca, karena aku pernah mencari tahu tentang Holystone
sebelumnya di sini. Bicara tentang Holystone ternyata batu yang satu itu bisa
memancarkan suatu gelombang aneh dan bisa bereaksi sesuai dengan perubahan
pikiran dari para makhluk berpikir—tentu saja manusia ada dalam daftar makhluk
berpikir itu. Semua peralatan yang dibuat dengan campuran Holystone bisa
menghasilkan kekuatan yang lebih besar daripada armor yang dibuat dari bahan
lainnya. Belum lagi kegunaannya dalam berbagai penelitian yang berguna untuk
kemajuan peradaban. Pantas saja sumberdaya yang satu ini diperebutkan tiga
bangsa hingga menimbulkan pertumpahan darah.
Tiba-tiba
suara email masuk mengganggu pencarianku.
AAARRGGHHH
ERIEE!!!
AKU JUGA RINDUUUU!!
NB:
Hari ini aku kalah bertanding dalam Gravity Core, jadi aku rasa aku bukan yang
terhebat :(
Aku
tersenyum melihat email yang masuk. Dari Four. Andai saja ia tahu kalau tadi sore
aku melihatnya bertanding. Aku pun membalas lagi email darinya.
Four
sayang, apapun yang terjadi, di mataku Four tetap yang terhebat.Jadi, AYO SEMANGAT!! \(^_^)/
Selang
beberapa menit kemudian, email balasan dari Four masuk
.
Andai
saja kau punya Massive Communicator,
Aku
tersenyum miris membaca kalimatnya. Ingin rasanya aku menulis, ‘Ya, aku punya
MC yang kau maksud. Nick MC-ku Valerie. Hubungi aku sekarang’. Tapi aku
urungkan karena sepengetahuannya aku masihlah warga sipil.
Massive Communicator atau yang
biasa kami sebut MC itu adalah alat komunikasi jarak jauh khusus untuk para
penghuni Markas. Alat ini memungkinkan kami berkomunikasi langsung dengan
operator Markas apabila terjadi sesuatu di tempat para prajurit melakukan
patroli. Selain untuk berkomunikasi dengan operator Markas, kami juga bisa
melakukan komunikasi private dan komunikasi dengan sesama anggota grup.
Bentuknya seperti earphone portable yang diselipkan didaun telinga, dan ada
tiga tombol navigasi di sana: tombol untuk berkomunikasi dengan operator, grup
dan private. Dan seperti halnya sa-phone (satellite phone) yang dimiliki warga
sipil dengan harta berlebih, ini bisa menaruh kontak tapi tidak menggunakan
nomor sa-phone,melainkan dengan kode identitas Markas atau nickname MC orang
yang dimaksud.
Selesai
mencari referensi dan menyelesaikan karangan ilmiahku itu, aku pun hendak
kembali ke dorm. Namun aku mendapat panggilan private dari Shawn.
“Kak Valy,
bantu aku!!!” katanya panik dari seberang sana.
“Kau
kenapa, Shawn?! Kau ada di mana sekarang?!!”
“Aku ada di
Sette, ada sebuah MAU sedang mengejarku!!”
“Aiiisshh,
kau mau apa ke sana?” aku segera bergegas dari rak buku tempatku menyimpan buku
referensi. Tapi aku menabrak seseorang.
“Maaf” aku
membungkuk kecil pada orang itu lalu kembali berbicara pada Shawn,”Shawn,
hubungi operator sekarang juga!!”
“Tombol
navigasi operatorku rusaaaakk!! Kak cepat!!! Aku tidak mau mati muda!!!
Aaarrggghh!!”
“Shawn?!
Shawn!! Kau masih di sana?” aku berteriak. Seisi perpustakaan melempar
pandangan ke arahku. Aku hanya bisa tersenyum malu kepada semuanya lalu berlari
keluar perpustakaan.
“Tolong,
ada seorang siswa akademi sedang diserang MAU di daerah Sette” aku menghubungi
operator Markas.
“Bantuan
segera dikirim” kata operator.
“Valerie?
Itu benar kau?” seseorang memanggilku dari belakang. Aku menoleh. Aku melihat
orang itu terkejut melihatku,”Kau…Valerie? Kau sungguh Valerie?” ia mendekatiku
perlahan.
“Ice?”
perasaanku masih antara khawatir dengan Shawn dan senang bertemu dengannya.
“Valerie…kau..”
ia meremas pundakku,”Kau ikut training?” tanyanya, aku mengangguk.
“Astaga,
aku hampir saja tak percaya ini” ia memelukku. Sepertinya ia tidak tahu tempat
yang tepat untuk melakukan ini.
“Ice…ice…”
aku mencoba melepaskan pelukannya perlahan,”tolong, bukan tempat yang tepat”
aku melihat orang-orang yang melewati kami tersenyum penuh arti.
“Aku…aish,
aku…aku masih belum bisa percaya penglihatanku, Vale” ia seperti kehilangan
kata-katanya. Dan ia hendak memelukku lagi tapi ia malah mencubit pipiku—ia
salah tingkah.
“Ice…tolong.
Kau menyakitiku~~” tapi ia masih mencubitku.
“Ayo, aku
traktir kau minum kopi!” ia menarik lenganku yang repot mengampit buku-buku dan
perkamen-perkamen tugas.
Aku
menghabiskan malam bersama Ice di cafeteria dorm prajurit. Sedikit malu. Aku
tidak mengenali mereka yang keluar-masuk dari tempat itu. Mungkin hanya
beberapa yang aku kenali sebagai penduduk desaku tapi aku tidak begitu mengenal
mereka dekat.
“Ice, sudah
malam. Aku harus kembali ke dorm”
“Ayo, aku
antar kau!” ia dengan semangat berdiri dari tempat duduknya.
Selama di
perjalanan menuju lantai tempat lorong bilikku berada, kami hanya diam. Aku
sepertinya kehabisan bahan pembicaraan, begitupun Ice. Di lift hanya ada aku,
dia dan seorang siswa akademi dari kelas lain.
“Ssstt,
sebenarnya, kau tak perlu mengantarku seperti ini, Ice”
“Tidak apa”
ia tersenyum,”aku ingin tahu bilikmu, siapatahu lain kali aku bisa mampir” ia
tersenyum nakal padaku. Aku menyikutnya. Ia mengantarku sampai di depan
bilikku.
“Terima
kasih untuk malam ini”
“Aku yang
harusnya berterima kasih padamu, Wanitaku” ia mengacak-acak rambutku. Wajahku
berubah galak padanya. Ia tertawa lalu merapikan rambutku,”setidaknya mulai
saat ini aku memiliki life-support yang begitu dekat denganku. Aku akan
berusaha selamat dari peperangan demi bisa bertemu denganmu lagi di Markas”
“Sudah
seharusnya seperti itu, Ice”
“Ya sudah,
masuklah” katanya. Aku pun memasukkan lock-code ke gagang pintu bilikku lalu
masuk.
“Mana
temanmu?” tanyanya.
“Sayangnya,
aku adalah orang yang berada di urutan terakhir tanpa teman sekamar” tawaku
miris dari balik pintu.
“Wah, bagus
kalau begitu” katanya, aku mengangkat alisku sebelah,”Aku bisa sering-sering
bermain ke bilikmu, hm…menemanimu semalaman suntuk pun tak masalah ahahaha~~”
ia tertawa nakal, tatapan itu…mesum sekali. Aku ingin meninjunya tepat di muka
saat ini kalau saja tanganku tidak membawa buku dan perkamen tugasku.
“Enyah kau
dari hadapanku!!” aku mendobrak pintu.
“Hei, mana
salam perpisahannya?” aku mendengarnya masih setengah tertawa.
“Aku
bilang, enyah kau, Ice!!!” aku kesal dengannya.
“Selamat
malam, Valerie” katanya. Aku bersandar ke pintu kamarku setelah aku rasa ia
sudah pergi dari sana. Hm, aku makin dekat dengan orang yang aku sayangi
tapi…,”Aku mencintamu, Valerie” suaranya pelan tapi aku bisa mendengarnya dari
balik pintu. Ah, sialan. Kata-kata itu. Kenapa harus kata-kata itu yang keluar
dari mulutnya? Ia sepertinya tahu bagaimana cara mengacaukan pikiranku malam
ini. Yang aku pikirkan saat melihatmu hanya…apa aku bisa tahan melihat
punggungmu lebih dekat dari sebelumnya? Bayang-bayang saat kau pergi…dan kabar
yang mungkin akan terdengar lebih cepat daripada saat aku ada di desa jika sesuatu
terjadi padamu. Aku sepertinya harus belajar untuk lebih tegar lagi, Ice. Bukan
hanya dalam masalah bertarung dengan musuh yang nyata tapi bertarung dengan
pikiranku sendiri bahwa kau akan baik-baik saja—kita akan baik-baik saja.
Ini
pertemuanku yang pertama dengan salah satu teman dekatku di desa. Aku harap aku
bisa bertemu yang lainnya di sini. Dan yang paling aku harapkan adalah…semoga
aku bisa memberanikan diriku untuk menyapamu, Four.
CCR INC Soul and Spirit
LYTO
*berpartisipasi dalam "RF ONLINE" Competition
NB:
thanks for Okky Yurisal, Imam Tauhid, Kak Randy dan Hari buat part yang satu ini :) buat Gravity Stone-nya~
You're ROCK, guys!!! XD
“RF Online Indonesia”
No comments:
Post a Comment