Wednesday, January 7, 2015

Tips Menulis Fanfiction

FF (fanfiction) seperti jamur di musim hujan sekarang."Wanna-be Writer" yang baru pertama kali nulis terus punya karya, seneng banget kalo karyanya diterbitin. Tapi, FF yang ditulis... ampuuuun maaakkk!!! Nah, OJ mau berbagi tips nih untuk "wanna-be writer" yang lagi nulis FF. Berikut tipsnya.

Tips menulis fanfiction
Fanfiction merupakan jenis cerita berdasarkan karakter, setting, atau ide-ide dari karya yang sudah ada, seperti buku, film, acara TV, kartun, dan sebagainya. Ini ditulis terutama oleh para penggemar karya tersebut dengan mengedepankan karakter, setting, atau ide-ide dalam situasi yang didesain oleh mereka (penulis) sendiri. Meskipun fanfiction menjadi outlet yang popular untuk para penggemar ceria kreatif, untuk membacanya jauh lebih simpel dibanding menuliskannya. Nah, kira-kira tips di bawah ini dapat menjadi panduan ketika kita ingin menulis sebuah cerita fanfiction. Fancfiction apapun yang kita pilih.

1. Jangan membunuh karakter sebagai efek. Pembunuhan karakter merupakan bentuk manipulasi emosi pembaca kita sebagai efek jelek. Jadi sangat dihindari. Dan itu bukan sebagai bentuk kedalaman keterampilan menulis. Menjaga skala dan intensitas cerita setidaknya mendekati kenyataan. Itu artinya provokasi kepada pembaca akan semakin kuat.

2. Tulislah cerita dengan panjang tidak lebih dari 1000 kata dengan pilihan kata-kata yang baik dan berkualitas. Semua itu akan bermuara pada keterampilan dan bakat yang dimiliki penulis dalam menerjemahkan karakter ke dalam bentuk tulisan. Keterampilan itu dapat diajarkan dan diasah.

3. Tunjukkan, jangan hanya dikatakan. Sebaiknya, segera menulis ketika kita mendapat ide. Tunjukkan ke orang yang mengerti terhadap penulisan terutama penokohan/karakter.

4. Jauhkan karakter yang sudah umum dari tulisan kita. Karena karakter umum yang ditulis akan membuat bosan. Buat karakter lebih spesifik dan hal ini akan menjadi semacam keunikan baru bagi pembaca.

5. Jangan menulis cerita secara terpisah, tetapi buat dalam satu kesatuan. Cerita yang dibuat terpisah akan membingungkan pembaca. Jika akan membuat trilogi cerita, buatlah plot yang sesuai dengan menjaga karakter dari masing-masing tokoh, konflik yang dibuat lebih hidup, dan plot yang dapat diidentifikasi dan selesai di akhir segmen. Membawa subplot lebih dari satu ke bagian cerita berikutnya, sah-sah saja, tetapi, jika berakhir di tengah-tengah cerita dan menggantung, sangat keliru dan tidak dianjurkan.

6. Cerita harus memiliki plot. Plot ini setidaknya memiliki aksi yang dapat meningkat, klimaks, dan kemudian antiklimak. Sebaiknya dibuat secara terstruktur. Jika tidak, apa yang kita tulis hanya sebagai adegan atau fragmen dan bukan jalan cerita.

7. Apabila penulis melakukan riset mengenai topik tertentu, sebaiknya penulis menciptakan lansekap solid dalam cerita untuk pembaca.

8. Jika penulis menuliskan perjalanan waktu, harus dipastikan penulis benar-benar paham apa yang sedang dialami. Jika penulis tidak tidak paham apa yang ingin disampaikan, bagaimana pembaca dapat mengerti apa yang ditulis.

9. Jangan terburu-buru untuk menyelesaikan cerita hanya karena ingin cepat selesai dan ingin dipublikasi. Berikan perhatian lebih terhadap cerita yang akan dibuat.

10. Jangan pernah menerbitkan cerita yang belum tuntas ditulis. Hal itu akan menyita pikiran dan tenaga karena harus menyambung tulisan yang belum sempurna. Waktu kita akan tersita ketika harus merevisi, mengedit, dan bahkan menulis ulang. Jika hal ini terjadi, justru penulis “membuang” pembacanya sendiri secara tidak langsung.

11. Jangan menulis cerita berpanjang-panjang dan bertele-tele. Hal itu akan membosankan pembaca. Tulislah cerita dengan ide-ide segar dan kreatif yang kita miliki. Hanya ketika cerita yang kita buat mendapat respons baik, tidak berarti kita harus menulis atau membuat cerita sekuel. Cerita yang bertele-tele akan memperburuk plot dan kehilangan arah.

12. Sebelum dipublikasi, sebaiknya kita baca kembali cerita yang dibuat dengan mengeluarkan suara. Hal itu dipergunakan untuk memoles dialog yang mungkin masih terlihat canggung atau berat. Membaca dengan mengeluarkan suara menjadi salah satu cara untuk menemukan kesalahan ketik dan kesalahan yang mungkin kita tidak sadar terlewat begitu saja.

13. Dialog dalam sebuah cerita sangat penting. Karena dialog mampu menangkap “Suara” dari karakter yang sangat sulit sekalipun. Setiap karakter berbicara secara spesifik atau tertentu, kepekaan, dan perilaku. Baca dialog yang kita buat, dan tanyakan pada diri kita,”Apakah, dialog ini benar-benar menjadi sesuatu (begitu dan begitu?). Berikan perhatian khusus terhadap pilihan kata dan bahasa sehari-hari.

14. Jika akan berhenti menulis cerita untuk sementara waktu, boleh saja. Memang, tidak setiap ide cerita yang kita buat mampu menghasilkan cerita untuk dibaca. Jangan berkecil hati saat kita menemukan ide, lantas dibuat tulisan, dan tulisan itu belum mampu bercerita. Coba cari ide lain atau luangkan waktu untuk refreshing sejenak. Simpan seluruh fragmen cerita yang kita punya. Kita tidak akan pernah tahu, kapan kita menemukan cara lagi untuk memulai potongan cerita yang baru.

15. Dekatkan notebook atau block note dengan kita.Hal itu berguna ketika kita harus memulai menuliskan potongan dialog atau ide saat datang secara tak disengaja. Bisa saja saat kita berada di kelas, kantor, atau perbelanjaan, di tempat tidur. Kita tidak pernah tahu, kapan inspirasi itu datang menyerang.

16. Apabila kita ingin menulis oneshot (artinya, cerita selesai dengan berapa halamanpun) Pastikan, bahwa kita menceritakan seluruh cerita.


2014
dikutip dari sebuah posting seorang senior, Jun Joe Winanto

Saturday, February 9, 2013

[Rising Force] The Beginning to The New World part XVI - Four POV




IV.
“Dan…terimakasih sudah mengoyak armorku…juga harga diriku. Anda puas melihatnya, Tuan? Terimakasih juga untuk waktu bermainnya. Kau lebih buruk dari yang aku bayangkan” bisikku.
            Akhirnya, selesai.
            Kakiku rasanya lemas sekali. Aku melihat Nona Arabelle berada di mulut gerbang Markas—menungguku. Wajahnya khawatir, mungkin melihatku dengan keadaan yang menyedihkan seperti ini. Bodohnya aku sampai bisa seperti ini. Aku tidak menghiraukan darah yang mengalir deras dari dadaku. Ini memalukan. Bukan karena aku seorang jenderal batalion, melainkan karena aku wanita.

Thursday, January 24, 2013

[Rising Force] The Beginning to The New World part XV



XIII.
            Tanganku sudah membaik setelah dua minggu kemudian tapi lain halnya dengan kakiku. Aku masih butuh waktu penyembuhan patah tulang selama kurang lebih tiga bulan. Menyebalkan. Hanya beberapa kelas saja yang bisa aku datangi dengan keadaan seperti ini.
            Suatu hari aku mendapat sebuah paket tanpa nama pengirim. Paket itu berisi satu pak potion berwarna keemasan. Di sana terdapat sebuah catatan pendek yang berbunyi; Sebuah pope mampu melakukan regenerasi 2x lebih cepat. Penggunaan pope secara berlebihan di waktu yang bersamaan tidak akan menimbulkan efek penyembuhan yang lebih cepat.
            Aku sama sekali tidak tahu siapa yang mengirimkan ini padaku. Mungkinkah Ice? Tidak. Ice tidak akan mengirimkan paket seperti ini tanpa nama dan dengan jasa kurir. Ice pasti akan mengirimkannya sendiri. Ibu? Ibu juga pasti mengirimkannya dengan nama dan tujuan yang lengkap. Lagipula Ibu tidak tahu kalau aku terluka. Lalu siapa?

Saturday, December 29, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part XIV


            
            Kami berhamburan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Aku lari ke arah Hutan Buas. Aku diam sejenak di antara lebat belukar dan kelakar pepohonan di sana. Aku sendiri di sini, itu masalahnya, terlebih aku tidak tahu di mana tepatnya aku berada sekarang. Tiba-tiba sebuah tembakan dari sebuah launcher mengenai pepohonan di sisiku. Sial, aku masih di kejar. Yang ada dipikiranku saat ini hanya 'jangan sampai tertangkap dan tetap bertahan hidup, apapun caranya'.
            “Tolong aku!! Aku sedang dikejar oleh Accretia di daerah Hutan Buas"
            “Ada berapa Accretia yang mengejarmu?"
            “Sekitar empat buah. Cepatlaaaahhh!!! Aku belum bisa melawan merekaaa!!!" aku hampir saja berteriak pada operator Markas.
            “Vale, kau di mana?" tanya Viren.
            “Empat buah Besi Bernyawa itu mengejarku. Menembakiku dengan membabi butaaaaa!!! Aaaarrrgggghhh!!!" dan tembakan yang terakhir meleset namun tepat membakar tangan kananku. Sial. Aku lebih memilih tanganku digigit oleh Villain Cannibal daripada tertembak seperti ini.
            “Kau baik-baik saja, Vale?"

Friday, December 28, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part XIII


Tiba-tiba panggilan private masuk ke MC-ku. Itu Neo.
"Valerie, dimana kau sekarang?
"Di bilikku. Kenapa?"
"Aku butuh bantuanmu untuk menyelesaikan sebuah quest"
"Aku? Kau serius, Neo?"
"Ayolah, Vale. Kau pasti akan dapat bagiannya nanti. Kita harus segera menyelesaikannya."
"Aish...memang quest apa yang kau dapat?”
"Kau segera datang ke portal, aku, Viren dan Homoco menunggu. Cepat, Valerie. Kita sedang dikejar deadline
Aku segera bergegas ke tempat yang Neo maksud. Aku melihat ia di sana bersama teman-teman seangkatannya; Viren dan Homoco.
“Memang quest seperti apa yang kau ambil?”
“Lima puluh hati Red Haired Splinter, Vale. Deadline-nya tiga hari lagi” tukas Viren. Aku terbelalak melihat ke arah Viren lalu melemparkan pandangan ke Neo. Neo bodoh mengajakku pergi ke sarang Red Haired Splinter.
“Oh sial. Neo, apa kau benar-benar yakin aku yang akan kau ajak? Bahkan aku belum mampu mengalahkan seekor Assasin Builder A”
“Hm…aku rasa aku tidak punya pilihan lain. Kalau aku punya pilihan lain yang lebih baik darimu, jelas aku akan langsung mencoret namamu dari daftar pilihan”
“Ew…itu terdengar jahat sekali, Neo” Homoco menimpali. Tapi tatapannya mengejek padaku. Aku memicingkan mata ke arahnya.
“Heh, apa maksudmu?” aku menunjuk wajah Neo.
“Sudah…sudah…yang jelas saat ini yang kita punya hanya Valerie, Neo. Kita butuh disena, dan sebaiknya kita cepat. Tiga hari lagi dan perjalanan menuju daratan Outcast itu butuh waktu minimal tiga hari lamanya, ingat itu” Viren menepuk pundak Neo,” Valerie, nanti di sana jangan pergi jauh-jauh dari kami bertiga atau kau mati muda” aku sedikit bergidik mendengar kata-kata terakhir Viren. Itu bukan pilihan yang bagus sama sekali.

Tuesday, December 25, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part XII - Four POV




III.
            Sebulan menuju pelantikan para prajurit junior, seisi akademi sudah riuh membicarakan hasil akhir mereka. Menerka-nerka siapa yang lulus, siapa yang harus mengulang dan siapa yang harus dikeluarkan. Banyak juga spekulasi tentang siapa yang nantinya memiliki perkembangan yang pesat dan meneruskan jejakku, Hervie-Hervy dan para prajurit muda lainnya.
            Dan suatu hari, aku mendapat surat penugasan untuk menggantikan Archie yang dalam rangka pelantikan itu menjabat sebagai pembina salah satu kelas senior di akademi. Aku sebenarnya senang jika disuruh mengajar dan berinteraksi dengan para siswa itu. Rasanya seperti berkomunikasi dengan teman-teman seusiaku meski nyatanya banyak dari mereka yang berusia lebih tua dariku, tapi aku tak pernah mempermasalahkan usia untuk jadi halangan dalam berteman dan berbagi pengalaman. Dan yang paling sulit ialah berbagi dengan mereka yang merasa usia adalah segala-galanya, baik dalam ilmu dan pengalaman hidup. Ini selalu menjadi masalah untukku yang notabene adalah seorang dewan termuda saat ini. Tidak sedikit prajurit senior yang kurang suka denganku. Mereka seringkali menilai aku masih terlalu labil untuk memimpin suatu pasukan batalion. Dan yang membuat sulit adalah mereka yang tidak bersedia melakukan instruksi dariku lalu melakukan semuanya berdasarkan kehendak sendiri namun pada akhirnya membahayakan diri mereka pula. Ujung-ujungnya, aku yang menghandle akibat dari kecerobohan mereka.

Saturday, November 17, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part XI - Four POV



She is...the lovely-silver-haired-girl who deceives the world with her innocent face.

She said :
We fear what doesn't exist. People can posses hope because death is something that can't be seen.
If I don't wield the sword, I can't protect you.
If I keep wielding the sword, I can't embrace you.
I'm merely practicing saying goodbye to you.
Don't be afraid to be deceived for the world is already full of deception.
—taken from the last letter of Four's

Four, freaking out their mind and come back as a hero.
You are born for this, for the beginning of a new world. We can make it because we have Decem in our heart. In our side.

(a note from Valerie's journal)

Tuesday, October 9, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part X





XII.

            Aku menghampiri teman-teman sekelasku yang sedang berkumpul di salah satu sudut cafetaria suatu sore.
            “Hai, boleh aku bergabung?” tanyaku. Tiba-tiba ketiga lelaki di hadapanku itu berteriak. Aku pun sempat terkejut dengan reaksi mereka. Orang-orang memandangi kami.
"Ah, kau rupanya, Valerie. Kau membuatku kaget" kata Avril.
"Loh? Memang apa yang sedang kalian bicarakan?" aku duduk di samping Elyon.
"Kami sedang membicarakan urban legend yang sering dibicarakan para prajurit Markas" kata Elyon.
"Urban legend apa?"
"Kau pernah dengar lagu The Hanging Tree?" tanya Avril padaku.
"Ah, lagu pengantar tidur itu?"
"Kak Valy sudah gila mengatakan lagu itu lagu pengantar tidur" kali ini Shawn yang angkat bicara.
"Loh, dulu Ayahku sering meyenandungkannya untukku sebelum tidur. Aku suka lagu itu" aku melihat tatapan mereka berubah seperti takut padaku.
"Coba kau nyanyikan lagu itu"
"Are you, Are you. Coming to the tree. Where they strung up a man they say murdered three. Strange things did happen here. No stranger would it be. If we met up at midnight in the hanging tree"

Monday, September 17, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part IX



XI.
                Aku sudah merasakan minggu-minggu awalku di dorm akademi. Harusnya aku sudah memiliki seorang teman dekat tapi nyatanya belum. Dan yang lebih parah adalah aku tidak memiliki seorang teman satu bilik—aku tidak tahu harus senang atau tidak untuk hal yang satu ini—karena jumlah siswi yang lolos tahun ini ganjil. Otomatis kamarku berada di lantai terakhir untuk lantai yang dihuni siswa baru, meski sebenarnya masih banyak lagi lantai di bawah lantaiku untuk siswa akademi tahun sebelumnya. Oh ya, dorm dan semua fasilitas lain yang diperlukan untuk para prajurit berada tepat di bawah Markas. Jadi jika ada warga sipil yang berkata bahwa Markas Utama itu kecil untuk ukuran markas yang memiliki ribuan prajurit, mereka salah. Jujur saja, aku juga baru tahu bentuk bangunan bawah tanah Markas ketika aku melihat denahnya di perpustakaan. Bangunan ini seperti kota kecil di bawah tanah, hampir semua kegiatan dilakukan di bawah sini—kecuali latihan fisik tentunya.

Monday, September 10, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part VIII




IX.
            Ibu sayang,
            Aku pergi ke tempat yang benar-benar ingin aku tuju. Maafkan aku sudah mengecewakanmu, tapi untuk sekali ini saja aku ingin memilih jalan hidupku sendiri. Aku tak akan meminta persetujuan Ibu akan keputusanku, itu hak Ibu untuk setuju atau tidak. Tapi pada akhirnya aku yang menjalani semua itu, Bu. Aku mohon doa Ibu. Aku akan berusaha lebih keras di sana.
            Aku akan sering-sering mengirimkan surat untuk Ibu supaya Ibu tahu kabarku. Supaya Ibu tahu jika aku masih hidup jadi Ibu tidak usah khawatir. Maafkan aku kalau selama ini aku sering menyusahkan Ibu. Tapi aku berjanji akan membuat Ibu bangga padaku, suatu hari nanti.
            Jaga diri Ibu baik-baik. Dan tolong sampaikan maafku pada Loreina dan Reginsha karena tidak sempat berpamitan. Aku sayang kalian.
Valeriena

Friday, August 31, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part VII



VIII.
            Ibu memberikan kabar tentang penerimaan siswa akademi baru untuk Biro Penelitian. Aku melihatnya begitu semangat ketika membangunkanku pagi-pagi buta. Di tangannya sudah ada selembar kertas form untuk diisi. Aku masih setengah sadar saat Ibu menjelaskan apa-apa saja persyaratannya. Entah dari mana ia mendapatkan info sepagi ini.
            Belakangan Ibu sibuk mempersiapkan persyaratan yang harus aku kirimkan. Sebenarnya, yang akan ikut training itu aku atau Ibu? Kenapa jadi ia yang begitu berapi-api mempersiapkan semuanya. Ia pun sudah menyuruhku mengepak barang dari jauh-jauh hari. Aku hanya bisa menurut dan mengikuti apa yang Ibu inginkan. Lagipula aku tidak memiliki pilihan lain—tidak diberikan kesempatan untuk memilih tepatnya. Tapi aku terima saja, tujuanku adalah membuat Ibu bangga. Setidaknya saat ini hanya aku yang memiliki potensi untuk masuk Biro Penelitian. Kedua adikku masih meneruskan sekolahnya. Sepertinya mereka tidak memiliki niatan untuk bekerja di pemerintahan, kalaupun iya, pasti bukan Biro Penelitian.

Thursday, August 30, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part VI




VII.
            Selang beberapa hari setelah kepergian Ice, Four pun berpamitan padaku. Masa liburannya sudah habis, yang belakangan aku tahu bahwa dalam setahun prajurit hanya boleh pulang sekali dengan lama waktu sebulan. Four baru memutuskan untuk pulang di tahun keempatnya dan Ice baru pulang di tahun keenamnya. Mereka berdua sama anehnya. Apa mereka tidak rindu rumah? Tapi...mungkinkah aku seperti itu jika aku menjadi seorang prajurit?
            Suatu pagi, aku mendapati sebuah pesawat kertas di dekat jendelaku. Aku menengok ke arah luar, tidak ada siapa-siapa. Aku buka kertas itu. Alangkah herannya aku membaca kertas di tanganku; sebuah form pendaftaran akademi Markas. Siapa orang yang sengaja menerbangkannya ke kamarku? Four? Ice? Aku rasa tidak mungkin mereka berdua. Tapi siapa? Hm...Neo? Ah, anak itu lagi, pasti ia masih menjalani training di Markas.

Sunday, August 26, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part V




VI.
            Hari itu Four pulang ke dome-nya, dan kamarku kembali sunyi seperti biasanya. Siang-siang begini biasanya Four sedang melakukan eksperimen membuat resep masakan baru yang bisa ia praktekan di Markas, “Aku butuh yang sederhana, sehat, bergizi, mengenyangkan dan murah” selalu seperti itu kata-katanya. Tapi kebanyakan dari resep-resep yang ia buat adalah sebuah kegagalan besar. Aku rasa ia memang tidak berbakat di dapur. Mungkin keputusan untuk menjadi seorang pejuang Cora yang turun ke medan perang memang yang paling baik untuknya. Ia terlihat lebih hebat dengan armor marun dan Hora Sword-nya ketimbang dengan sebuah apron.

[Rising Force] The Beginning to The New World part IV




V.
            Semenjak pertemuan kami, Four lebih banyak menghabiskan waktunya bersamaku ketimbang di dome-nya sendiri. Four sudah seminggu menginap di dome-ku. Ia membawa apa yang ia pelajari dari Markas dan mengajarkannya padaku, aku merasa cukup beruntung dengan yang satu ini. Ia mengajariku menggunakan berbagai macam senjata. Ia juga mengajariku berburu monster yang lebih kuat, sejauh ini daftar monster terkuat dalam list-ku berubah menjadi Villain Cannibal.
Berkat Four juga untuk pertama kalinya aku pergi dengan teleport ke wilayah lain. Untuk bisa berteleport ke wilayah selain yang ada di peta Cora Main Base, kami—warga sipil—harus pergi ke Biro Perhubungan untuk menggunakan gerbang teleport. Selain di Markas Besar, gerbang teleport hanya ada di Biro Perhubungan, itupun dengan penjagaan yang ketat. Warga sipil yang hendak menggunakannya harus mengisi semacam form tujuan dan alasan berteleport. Pantas saja sedikit sekali warga sipil yang mau repot-repot berteleport ke daerah di luar Cora Main Base. Dan beruntung, aku pergi dengan seorang prajurit, aku tidak perlu repot-repot mengisi form alasan dan tujuanku karena ia hanya memperlihatkan selembar kertas quest dan voila! Kami dipersilakan begitu saja untuk menggunakan teleport. Entah kenapa sosok seorang prajurit Cora jadi terlihat makin keren di mataku setelah kedatangan Four kembali ke desa.

Saturday, August 25, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part III




IV.
            Hari itu aku hendak menjenguk Ayah. Aku sudah lama tidak menemuinya. Tadinya aku hendak mengajak kedua adikku tapi aku urungkan karena tahu mereka paling malas untuk pergi menemui Ayah. Mungkin itu sebuah ungkapan rasa kesal mereka pada Ayah karena semasa hidupnya Ayah terlalu memikirkan pekerjaannya di Biro Penelitian. Ayahku adalah salah seorang peneliti lapangan di sana. Ayah sering sekali pergi ke tempat-tempat yang jauh. Bahkan karena penelitiannya tentang keefisiensian tower, ia pernah pergi ke medan perang untuk meng-upgrade semua tower yang ada, tentu saja dengan bantuan para  Artist dan teman-teman satu timnnya. Ayah di mataku adalah orang yang hebat, sama hebatnya dengan para pejuang Cora, tapi mungkin ia belum cukup hebat menjalankan tugasnya menjadi seorang Ayah. Mungkin itu satu hal yang aku sesali tentang Ayah.

Wednesday, August 22, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part II




III.
                Pandanganku masih kosong ke langit siang itu. Pikiranku mengawang jauh ke medan perang dan daerah-daerah konflik. Di belahan dunia ini pasti ada saudara-saudaraku yang sedang bertahan dari gempuran bangsa lain. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau Daratan Spire—desaku—menjadi daerah konflik karena perang.
                Aku ingat cerita para pejuang selamat yang kembali ke desa ini, mereka membawa cerita dari medan perang untuk dibagi, meski bagiku beberapa cacat yang mereka alami sudah cukup bercerita banyak tentang kekejaman perang merenggut semuanya. Andai saja ada cara lain untuk bisa mewujudkan keinginan Decem, aku ingin memilih pilihan lain jika pilihan itu ada. Tapi jika memang harus, aku akan pasang badan untuk melindungi mereka yang aku sayangi. Keluargaku, desaku dan bangsaku. Ini tanah kelahiranku, aku tidak akan menyerahkannya pada siapapun—meski itu nyawa taruhannya.

Monday, August 20, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part I


               Di dunia di mana rasa aman sudah tidak memiliki tempat bahkan di tempat tersembunyi sekalipun. Mereka datang, tanpa terlihat namun merusak semua sistem yang mereka rasuki. Ini adalah awal dari sebuah kehancuran akan keberadaan makhluk hidup, terutama manusia. Tapi selalu ada tangan tak terlihat yang menyebabkan kehancuran itu. Dan itu—entah mereka atau dia—sedang mengawasi gerak-gerik para manusia yang selamat dari ancaman kehancuran, di antara kegelapan.

Wednesday, April 11, 2012

[Another Story of Us] The Stranded Ship and The Letter Box part II


[PRESENT]

Kapal itu masih karam di tempatnya. Namun tetap tegar berdiri. Semuanya masih sama dengan terakhir kali Valeriana meninggalkan tempat itu untuk selamanya, namun hutan yang dulu ia jelajahi kini sudah berubah menjadi sebuah pemukiman nelayan.
Kisah tentang Valeriana dan Glorious pun menjadi cerita turun temurun di kalangan penduduk sekitar pantai. Namun mitos hanyalah mitos. Tidak pernah ada yang menyentuh kotak surat dan kapal karamnya. Bagi mereka,tempat itu ialah tempat yang angker. Namun, bagiku itu adalah tempat yang indah. Tak jarang aku menghabiskan senjaku di sana bersama kawan-kawan yang lain. Terkadang aku sendiri di sana. Menatap kotak itu,mencoba melukis siluet dari kapal dan kotak suratnya. Kotak yang konon bisa mempertemukan jodoh mereka yang menaruh surat di dalamnya. Ada pula yang bilang bahwa kotak ini bisa mengirimkan surat pada orang yang jauh di sana, yang tidak kau kenal. Tapi sampai saat ini, semua hanya bilang ‘katanya’ tanpa mereka buktikan sendiri cerita yang mereka percaya itu.
Donghwa percaya dengan legenda kotak surat ini. Namun berbeda denganku. Andai saja memang ada cara semudah itu untuk mendapatkan pasangan. Hanya dengan mengirimkan sebuah surat, bukan berarti (dan belum tentu) cinta akan datang. Bukan sebuah kotak pos yang menentukan kita akan jatuh cinta atau tidaknya. Hanya hati kita yang mampu, setidaknya itulah yang aku percayai hingga kini.

Another story already begin…
I miss you
I miss you so bad
I don’t forget you
Oh It’s so sad
 [Donghae POV]
Aku melipat surat di tanganku. Aku memasukkannya ke dalam laci kamarku. Lalu mengeluarkan selembar kertas kosong lalu menulis :
Dear,
Jika kau sendiri di sana, jangan pernah takut sendiri.Aku juga pernah merasakan hal yang sama denganmu. Tak punya teman dan terasingkan. Menyedihkan memang. Tapi aku yakin, Tuhan akan selalu menjagamu. Sedang apa kau di sana?

Laut yang Kau Sentuh

                Aku tersenyum miris. Kenyataan itu terlalu sulit untuk aku terima. Kini aku berada sangat jauh dengannya, dan tak tahu kapan lagi bisa menemuinya. Saehee, apa kabarmu?

The day you slipped away
Was the day I found
It won’t be the same

Hari-hari sibukku kembali di mulai. Liburan yang singkat itu tidak terasa, liburan tiga bulan lalu. Dan kini aku dan teman-teman akan mempersiapkan penampilan untuk acara pentas seni fakultas kami. Tiap tahun ini di adakan sebagai ajang kreatifitas siswa, sekaligus evalusasi bagi tiap jurusan.
After the happening day…
Acaranya sukses. Dan teman-teman dari jurusan lain bilang penampilan dari kelompokku bagus. Senang sekali mendengarnya. Namun kesenangan itu harus berakhir dengan cepat ketika Donghwa meneleponku.
                “Yeobseiyo”
                “Donghae-ya, pulanglah …” suaranya serak.
                “Hyung, waeyo?”
                “Appa, ia sudah pergi..”
                “Hah? Ah, hyung bercanda saja”
                “Donghae, untuk apa aku mempermainkan hidup dan matinya Appa?”
                TUT. Aku memutus panggilan itu. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku katakan. Appa, ia satu-satunya orang yang membuat aku semangat untuk meneruskan impiannya. Karenanya aku berusaha untuk mencapai Seoul dan mewujudkan semua impian itu di sini. Namun sekarang, siapa lagi yang akan tersenyum padaku karena impiannya itu sudah tercapai? Appa,benarkah ini? Apa aku bermimpi.
                “Yeobseiyo?”
                “Yeobseiyo. Donghae, ada apa?”
                “Aku izin untuk beberapa hari ke depan, Hyukjae. Appa …”
                “Appa, ada apa dengan beliau?”
                “Ia, sudah tidak ada..”
                “Donghae-ya?”
                “Appa …” aku tidak kuat menahan air mataku.
                “Donghae-ya, tegarkan dirimu. Aku yakin Appa sudah tersenyum sekarang. Ia sudah tenang di sisi-Nya sekarang, Donghae-ya” suaranya mencoba menenangkanku.
Namun, duka ini tak kuasa aku tahan. Aku tak peduli apa kata orang melihatku dengan keadaan sekacau ini, itu tidak akan sebanding dengan kehilangan orang yang aku cintai. Kehilangan orang yang aku cintai? Apa ini sebentuk hadiah Tuhan untukku? Appa yang sering sekali menyanyikan lagu Nam Jin subae untukku, Appa yang hangat dengan tawanya, Appa yang bagaikan sahabat untukku … kini ia tidak di sisiku lagi? Aku tidak percaya ini semua. Andaikan ada jalan untuk memutar balikkan semua waktu, aku ingin berada di sisi Appa di saat-saat terakhirnya. Appa, kenapa kau pergi ketika aku belum bisa membawakanmu sebuah impian yang nyata? Apa tidak ada sedikit lagi waktu untukku untuk membuktikannya padamu?

Tuesday, March 20, 2012

[Another Story of Us] A Letter for The Past part II


*
Tak terasa persahabatan itu mulai terjalin antara aku dan Saehee . Ia anak yang baik , pintar dan … cantik . Meski ia hidup di balik jendela itu , tapi ia tetap mengikuti apa yang terjadi di dunia luar . Ia pernah bercerita padaku tentang kapal karam dan kotak pos yang ada di pantai. Legenda itu … aku tak menyangka ia mempercayai legenda itu . Ia ingin sekali mengirimkan sebuah surat yang sudah ia tulis untuk orang yang amat ia cintai . Tapi tak pernah sempat dan tak pernah bisa untuk melakukannya . Saehee sangatlah lemah , aku tahu dari gerak-geriknya . Tetapi ia sering memaksakan diri untuk dapat bicara denganku setiap ada kesempatan .
Ketika aku tidak bisa datang ke rumahnya , karena suatu hal , aku menyempatkan untuk melewati jalan di depan rumahnya . Untuk melihat kamar dengan tirai hijau kuning yang membangkitkan semangat itu . Dimana biasanya Saehee menatap jalanan dengan tatapan kosongnya . Tapi aku tidak pernah melihat Saehee duduk di tempat biasanya , di belakang jendela itu untuk melihat dunia luar kecuali ketika aku datang .
Apa kedatanganku mengganggunya ? Mungkin dari kemarin aku terus mengganggu istirahatnya , tapi aku berjanji minggu ini adalah minggu terakhir aku mengganggunya . Setelah itu aku akan kembali ke dorm .

Wednesday, February 29, 2012

[Another Story of Us] The Stranded Ship and The Letter Box part I


[INTRO]
Kapal itu sudah tua dan karam. Rapuh namun masih tegar berdiri di pantai berpasir putih itu. Dan sebuah kotak surat setia menemani waktunya di sana. Dikala hujan, senja, badai … kapal itu tetap tegar, seakan menunggu sesuatu yang tak pasti di sana. Apa yang ia tunggu? Sebuah suratkah?
Mungkin aku akan menceritakannya lagi, legenda itu. Legenda kapal karam dan kotak suratnya.
Konon, hiduplah sepasang sahabat yang hidup di zaman pertengahan. Kita sebut saja mereka sebagai Glorious dan Valeriana. Glorious selalu bermimpi untuk bisa menjelajahi samudra bersama dengan sang Ayah yang seorang penjelajah samudra. Ia percaya di suatu tempat di bumi ini ada sebuah keajaiban yang terletak di suatu tempat. Ia ingin sekali pergi ke tempat ajaib itu. Sedangkan Valeriana, yang ia percaya hanyalah Glorious bisa menemukan tempat itu suatu hari nanti. Hanya Valeriana yang percaya dengan semua cerita Glorious akan tempat-tempat ajaib itu.
Ketika Glorious beranjak remaja, ia ikut dengan sang Ayah yang saat itu tengah kembali pulang ke kampung halaman.
                “Berjanjilah untuk terus menceritakan apa yang kau lihat, rasa dan dengar di laut sana” kata Valeriana di detik pelepasan sahabatnya itu.
                “Tenang saja, meski aku berpisah denganmu, aku akan datang padamu dalam bentuk sebuah surat. Aku sudah mempersiapkan itu semua, Valeri” katanya sembari mengangkat lengannya, tiba-tiba seekor burung dara hinggap di lengannya. Seekor burung pos. Valeriana tersenyum.
Hari demi hari Glorious habiskan di lautan yang tak pernah bisa di tebak. Ia sedang belajar menjadi seorang petualang sejati. Namun bagaimana dengan keadaan sahabat kita yang lainnya? Valeriana dengan setia menunggu surat darinya yang menceritakan tempat ajaib yang waktu itu Glorious ceritakan padanya. Mereka berdua memang pengkhayal.
Dan dari perpisahan itu, mereka belajar bahwa sebuah surat itu mampu menghubungkan mereka berdua yang bermil-mil jauh jaraknya. Dan Valeriana membuatkan sebuah kotak di depan jendela kamarnya untuk si burung pos untuk menaruh surat dari sahabatnya yang sedang melaut itu. Valeriana percaya kotak surat itu juga sebuah benda yang ajaib karena dari kotak suratnya itulah cerita-cerita sahabatnya bisa ia baca. Cerita tentang tempat yang belum pernah ia lihat, dengar atau pun rasakan.
“Suatu hari aku akan membawamu bersamaku, Valeriana. Aku akan membawamu melihat keindahan yang belum pernah kau lihat di daratan”
“Glorious, aku akan menunggumu di sini, dengan kotak surat yang selalu siap menerimamu kembali pulang ”
Suatu hari, Glorious pun pulang. Tapi bukan karena rindu kampung halaman, melainkan untuk menikahi sahabatnya, Valeriana. Dan memenuhi janjinya untuk mengajak Valeri melihat keindahan yang tak pernah mereka temukan di daratan. Keinginan Valeri untuk menemukan tempat-tempat ajaib itu pun akhirnya dapat terealisasikan. Valeriana pun tak lupa membawa sebuah benda ajaibnya : sebuah kotak surat yang ia buat untuk menerima surat-surat Glorious.
Valeri menikmati petualangannya bersama Glorious. Dan ia benar-benar menepati janjinya, menunjukkan tempat-tempat ajaib yang dulu pernah ia ceritakan pada Valeriana.
Namun, di suatu hari yang cerah, cuaca tiba-tiba saja tidak berkawan. Valeriana sangat suka hujan.
                “Valeri, kau mungkin suka hujan. Tapi tidak ketika kita berada di laut. Semua pertanda hujan, bisa jadi pertanda badai. Dan kita harus waspada”
                “Bukankah kau sudah berkawan dengannya? Kau sudah menemuinya beribu kali bukan selama ini?” teriak Valeri, karena angin yang berderu sangat kencang.
                “Valeri, badai yang mengambil Ayahku. Dan aku tidak ingin terjadi yang kedua kalinya pada orang yang aku sayang, pada dirimu. Berjanjilah untuk terus bersamaku” kata Glorious menatap lekat mata Valeri yang coklat muda. Valeriana mengangguk.
Semua awak bersiap-siap dengan kedatangan badai. Mereka memang sudah berkali-kali menemui hal yang seperti ini, tapi badai tetaplah musuh bagi para pelaut. Laut tak pernah bisa kita tebak. Kadang ia menjanjikan sesuatu yang tak pernah kita kira, namun bisa merenggut segalanya begitu saja seketika itu juga.
Namun keadaan memburuk, dan ini bukan keadaan yang biasa mereka temui. Laut bergolak terlalu liar dan mereka hanya bisa mengikuti apa keinginan laut, hanya berharap kalau-kalau badai segera berakhir dan tak ada yang terenggut olehnya. Tapi sepertinya Tuhan berkata lain kali ini, badai menghempaskan kapal pesiar itu ke arah karang besar yang menjulang di tengah laut. Mengoyak kapal itu. Mengoyak segala isinya beserta harapan yang mereka punya …
Hingga suatu pagi, Valeriana terbangun di dalam kabin, dekat dengan kotak suratnya. Ia pikir semuanya sudah usai. Ya, badai sudah usai tapi ia tidak mempercayai matanya ketika keluar dari kabin kapal … Kapalnya karam di sebuah pantai. Dan ia tidak menemukan seorang awak pun di sana, termasuk Glorious. Ia turun dari kapal, mencari ke dalam hutan di dekat pantai itu kalau-kalau para awak yang selamat sedang mencari makan. Namun nihil. Dan ia berusaha menyadarkan dirinya sendiri bahwa ia benar-benar sendiri di pantai itu. Ini petualangan pertamanya tapi kenapa harus karam begitu saja. Ia belum menginjakkan kakinya di semua tempat ajaib itu. Kenapa harus di pulau tak berpenghuni ini hidupnya akan berakhir, tanpa siapa pun?
Hari demi hari ia rajut menjadi bulan. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun. Ia selalu menepis bahwa Glorious meninggalkannya. Hingga ia tak sadar bahwa waktu semakin mengikis dirinya. Mengikis jiwa dan raganya yang kian renta. Mengikis keyakinannya untuk terus menunggu. Meski begitu, ia tetap tak mau pasrah akan takdir. Ia percaya tak ada yang tak mungkin di dunia ini, dan lagi-lagi meski sebenarnya ia lelah untuk terus menunggu.
Satu demi satu ingatannya melepaskan diri dari cerebrumnya. Berlarian ke sana-kemari memenuhi udara di sekitarnya. Tiap kali hujan datang, ia selalu mengingat Glorious. Karena itu adalah detik-detik terakhir ia bersama dengan Glorious. Hujan. Apakah ia sekejam itu merenggut Glorious darinya? Bukan, itu perbuatan badai, Bukan hujan. Dan aku tidak ingin terjadi yang kedua kalinya pada orang yang aku sayang, pada dirimu. Berjanjilah untuk terus bersamaku, kata-kata itu masih teringat di ingatannya. Itu adalah sebuah janji bukan, Glorious? Aku menantimu.
Ia menancapkan sebatang kayu yang ia dapat di hutan, memakunya dengan kotak surat yang ia punya di samping kapalnya. Dan jadilah sebuah kotak surat di samping kapal yang karam. Tenang saja, meski aku berpisah denganmu, aku akan datang padamu dalam bentuk sebuah  surat. Valeriana selalu ingat kata-kata itu,meskipun sudah bertahu-tahun lamanya kata-kata itu terucap dari bibir Glorius. Tapi ia percaya Glorious tidak akan mengingkari janjinya.
Mungkin itu adalah hal yang bodoh yang pernah ia lakukan. Tapi ia percaya pada Glorious. Ia berharap dengan adanya kotak pos itu, Glorious tak usah bersusah payah menemukan ke mana ia harus datang (dalam bentuk sebuah surat). Setidaknya, jika nanti ia sudah tidak bisa bergerak lagi untuk menyambut kedatangan suaminya, Glorious bisa menemukan jalannya pulang ke rumah. Ke sebuah rumah kapal yang karam. Tepatnya sebuah kotak surat yang Valeriana buat untuknya, di samping kapal karam mereka.
Glorious, aku membuat rumah untukmu datang
Jika aku tak lagi mampu memelukmu maka hanya dengan kotak ini kita akan terhubung
Aku tidak menunggu balasan darimu, aku menunggumu

Valeriana


NB:
Fanfic untuk Farah Arinda yang sudah lama sekali tapi belum di share :') maaf yaaaa...