Sunday, July 19, 2015

I Wish I Were A Child Till I Die

so there’s nothing to fear. And I’d living in this world as I am.

I wish I were a child till I die.
Because a child will love everything honestly. Love everything she wants to.
Do everything. Make mistakes without any guilty or fear in the other moment when she makes it. All she knows is she loves it. That’s all.

Wednesday, January 7, 2015

Tips Menulis Fanfiction

FF (fanfiction) seperti jamur di musim hujan sekarang."Wanna-be Writer" yang baru pertama kali nulis terus punya karya, seneng banget kalo karyanya diterbitin. Tapi, FF yang ditulis... ampuuuun maaakkk!!! Nah, OJ mau berbagi tips nih untuk "wanna-be writer" yang lagi nulis FF. Berikut tipsnya.

Tips menulis fanfiction
Fanfiction merupakan jenis cerita berdasarkan karakter, setting, atau ide-ide dari karya yang sudah ada, seperti buku, film, acara TV, kartun, dan sebagainya. Ini ditulis terutama oleh para penggemar karya tersebut dengan mengedepankan karakter, setting, atau ide-ide dalam situasi yang didesain oleh mereka (penulis) sendiri. Meskipun fanfiction menjadi outlet yang popular untuk para penggemar ceria kreatif, untuk membacanya jauh lebih simpel dibanding menuliskannya. Nah, kira-kira tips di bawah ini dapat menjadi panduan ketika kita ingin menulis sebuah cerita fanfiction. Fancfiction apapun yang kita pilih.

1. Jangan membunuh karakter sebagai efek. Pembunuhan karakter merupakan bentuk manipulasi emosi pembaca kita sebagai efek jelek. Jadi sangat dihindari. Dan itu bukan sebagai bentuk kedalaman keterampilan menulis. Menjaga skala dan intensitas cerita setidaknya mendekati kenyataan. Itu artinya provokasi kepada pembaca akan semakin kuat.

2. Tulislah cerita dengan panjang tidak lebih dari 1000 kata dengan pilihan kata-kata yang baik dan berkualitas. Semua itu akan bermuara pada keterampilan dan bakat yang dimiliki penulis dalam menerjemahkan karakter ke dalam bentuk tulisan. Keterampilan itu dapat diajarkan dan diasah.

3. Tunjukkan, jangan hanya dikatakan. Sebaiknya, segera menulis ketika kita mendapat ide. Tunjukkan ke orang yang mengerti terhadap penulisan terutama penokohan/karakter.

4. Jauhkan karakter yang sudah umum dari tulisan kita. Karena karakter umum yang ditulis akan membuat bosan. Buat karakter lebih spesifik dan hal ini akan menjadi semacam keunikan baru bagi pembaca.

5. Jangan menulis cerita secara terpisah, tetapi buat dalam satu kesatuan. Cerita yang dibuat terpisah akan membingungkan pembaca. Jika akan membuat trilogi cerita, buatlah plot yang sesuai dengan menjaga karakter dari masing-masing tokoh, konflik yang dibuat lebih hidup, dan plot yang dapat diidentifikasi dan selesai di akhir segmen. Membawa subplot lebih dari satu ke bagian cerita berikutnya, sah-sah saja, tetapi, jika berakhir di tengah-tengah cerita dan menggantung, sangat keliru dan tidak dianjurkan.

6. Cerita harus memiliki plot. Plot ini setidaknya memiliki aksi yang dapat meningkat, klimaks, dan kemudian antiklimak. Sebaiknya dibuat secara terstruktur. Jika tidak, apa yang kita tulis hanya sebagai adegan atau fragmen dan bukan jalan cerita.

7. Apabila penulis melakukan riset mengenai topik tertentu, sebaiknya penulis menciptakan lansekap solid dalam cerita untuk pembaca.

8. Jika penulis menuliskan perjalanan waktu, harus dipastikan penulis benar-benar paham apa yang sedang dialami. Jika penulis tidak tidak paham apa yang ingin disampaikan, bagaimana pembaca dapat mengerti apa yang ditulis.

9. Jangan terburu-buru untuk menyelesaikan cerita hanya karena ingin cepat selesai dan ingin dipublikasi. Berikan perhatian lebih terhadap cerita yang akan dibuat.

10. Jangan pernah menerbitkan cerita yang belum tuntas ditulis. Hal itu akan menyita pikiran dan tenaga karena harus menyambung tulisan yang belum sempurna. Waktu kita akan tersita ketika harus merevisi, mengedit, dan bahkan menulis ulang. Jika hal ini terjadi, justru penulis “membuang” pembacanya sendiri secara tidak langsung.

11. Jangan menulis cerita berpanjang-panjang dan bertele-tele. Hal itu akan membosankan pembaca. Tulislah cerita dengan ide-ide segar dan kreatif yang kita miliki. Hanya ketika cerita yang kita buat mendapat respons baik, tidak berarti kita harus menulis atau membuat cerita sekuel. Cerita yang bertele-tele akan memperburuk plot dan kehilangan arah.

12. Sebelum dipublikasi, sebaiknya kita baca kembali cerita yang dibuat dengan mengeluarkan suara. Hal itu dipergunakan untuk memoles dialog yang mungkin masih terlihat canggung atau berat. Membaca dengan mengeluarkan suara menjadi salah satu cara untuk menemukan kesalahan ketik dan kesalahan yang mungkin kita tidak sadar terlewat begitu saja.

13. Dialog dalam sebuah cerita sangat penting. Karena dialog mampu menangkap “Suara” dari karakter yang sangat sulit sekalipun. Setiap karakter berbicara secara spesifik atau tertentu, kepekaan, dan perilaku. Baca dialog yang kita buat, dan tanyakan pada diri kita,”Apakah, dialog ini benar-benar menjadi sesuatu (begitu dan begitu?). Berikan perhatian khusus terhadap pilihan kata dan bahasa sehari-hari.

14. Jika akan berhenti menulis cerita untuk sementara waktu, boleh saja. Memang, tidak setiap ide cerita yang kita buat mampu menghasilkan cerita untuk dibaca. Jangan berkecil hati saat kita menemukan ide, lantas dibuat tulisan, dan tulisan itu belum mampu bercerita. Coba cari ide lain atau luangkan waktu untuk refreshing sejenak. Simpan seluruh fragmen cerita yang kita punya. Kita tidak akan pernah tahu, kapan kita menemukan cara lagi untuk memulai potongan cerita yang baru.

15. Dekatkan notebook atau block note dengan kita.Hal itu berguna ketika kita harus memulai menuliskan potongan dialog atau ide saat datang secara tak disengaja. Bisa saja saat kita berada di kelas, kantor, atau perbelanjaan, di tempat tidur. Kita tidak pernah tahu, kapan inspirasi itu datang menyerang.

16. Apabila kita ingin menulis oneshot (artinya, cerita selesai dengan berapa halamanpun) Pastikan, bahwa kita menceritakan seluruh cerita.


2014
dikutip dari sebuah posting seorang senior, Jun Joe Winanto

Wednesday, September 18, 2013

[Monolog] Lelaki Hujan

[Melihat keluar jendela] Aku selalu hafal perasaan seperti ini. Perasaan sunyi, hampa dengan atmosfer dingin seperti saat ini.[Menengadahkan tangan] Hujan, kau selalu mengingatkanku akan sesuatu. Dengan sepotong masa lalu yang masih sering mendatangiku. Kau mengingatkanku pada seseorang yang begitu mirip denganmu, ia menyukaimu.

Ia selalu bilang padaku kalau hujan punya kehangatannya sendiri, dan aku tidak akan bisa merasakannya dengan tanganku melainkan hatiku. Hm... [Merasakan rintik yang jatuh ke tangan] Tapi sekarang aku tahu apa maksudnya, aku merasakannya.

Ia lelaki yang begitu aku cintai. Lelaki dingin yang sebenarnya memiliki hati yang begitu hangat, lebih hangat dari musim panas. Ia selalu tahu kapan aku ingin menangis dan tahu kalau aku malu untuk mengeluarkan air mataku di depan orang lain, makanya ia pun selalu meminjamkan punggungnya. Tapi karena punggung itulah aku selalu menangis. Karena aku sadar, suatu hari nanti, cepat atau lambat aku akan melihat punggung itu pergi menjauh dariku. Meninggalkanku. Aku takut kehilangan lelaki itu.

Aku ingat, ketika ia seperti mendung yang tak lagi mampu menurunkan hujan—menyedihkan. Sepanjang hari ia habiskan di ranjang kesayangannya, dan tak pernah bangkit lagi dari sana. Aku selalu menyempatkan diri untuk duduk disisinya, mengusap telapak tangannya yang kasar. Dan berharap ia tahu bahwa aku ada di sisinya, menemaninya selagi aku masih punya waktu untuk itu. Aku tidak ingin kehilangan momen-momen berharga bersamanya. Aku tidak ingin menyesal karena meninggalkannya sendiri, karena dulu ia tidak pernah meninggalkan aku sendiri.

Dan sekarang, hujan kembali membawaku ke detik-detik mengharukan itu, saat seseorang meneleponku dan berteriak histeris memanggil namaku.
 “Pulang, Nak!!! Pulang!!!”

“Ada apa, Bu? Katakan!!”

“Ikhlaskan ia, Nak. Ia sudah pergi meninggalkan kita semua”

Waktu itu, aku jatuh terduduk ke atas tumpukan salju yang dingin. Aku seperti dimakan perasaan pedih yang begitu buas di dalam diriku sendiri.

“AYAH, KENAPA KAU LAKUKAN INI PADAKU? KENAPA KAU TIDAK MENUNGGUKU? KENAPA KAU PERGI KETIKA AKU TIDAK ADA DI SISIMU? KENAPA KAU MENINGGALKANKU TERLALU CEPAT? KAU BAHKAN BELUM MEMBUKTIKAN BAHWA SUATU HARI AKU BISA BAHAGIA TANPA ADA DIRIMU DISISIKU!!! MANA?? INI MENYAKITKAN. APA KALI INI KAU TIDAK INGIN MEMINJAMKAN PUNGGUNGMU HINGGA KAU PERGI BEGITU SAJA KETIKA AKU TIDAK ADA DI DEKATMU? APA KARENA ITU? BAIK, AKU TIDAK AKAN MEMINJAM PUNGGUNGMU LAGI. TAPI JANGAN PERGI!! KEMBALILAH!! AKU MASIH MEMBUTUHKANMU!! TUHAN, DENGAR AKU! KENAPA KAU MERENGGUTNYA DARIKU BEGITU SAJA? AKU BELUM JADI ANAK YANG BERBAKTI PADANYA. AKU BELUM SEMPAT MENGATAKAN KALAU AKU BANGGA MEMILIKI AYAH SEPERTINYA. AKU BEGITU MENCINTAI LELAKI ITU, TUHAN. LELAKI HUJAN ITU...AKU BEGITU MENCINTAINYA. TOLONG BAWA IA KEMBALI PADAKU, AKU MOHON”

Air mataku pun menetes saat itu. Aku menangis, tapi untuk pertama kalinya, tidak di punggung lelaki itu.
Saat ini, hanya ada aku dan dirimu, Hujan [Menengadahkan kepala ke atas] Aku merasa dunia tidak lagi menarik di mataku setelah kepergian lelaki hujan itu, sampai akhirnya aku bertemu seorang lelaki yang begitu mirip dengannya. Ia seperti berada di tubuh yang berbeda, di masa yang berbeda. Aku selalu ingin menangis ketika melihat lelaki itu, tapi tak bisa, karena tak ada lagi yang meminjamkan punggungnya untukku menangis.

Ayah, aku menemukan lelaki yang begitu mirip denganmu. Mungkin rasanya tidak sama seperti ketika aku bersamamu tapi tak apa, aku tidak mengharapkan apapun melainkan yang terbaik, untukmu juga tentunya. Jangan lupakan apapun tentangku, karena aku juga selalu ingat kata-katamu bahwa tak selamanya cerita itu berakhir bahagia, kadang ini butuh akhir yang menyedihkan untuk mengakhirinya. Tapi, masih adakah awal yang sama jika kesempatan hidup terulang?

Hujan, kalau kau ada waktu, tolong sampaikan ini padanya:

Kau hadir dengan ketiadaan. Sederhana dalam ketidakmengertian. Gerakmu tiada pasti. Namun aku terus di sini. Entah kenapa.

Insan Kamalia R
ex XII IPA 3

NB : kalimat terakhir ialah petikan dari buku Supernova : Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh milik Dewi Lestari.
Ini monolog pertama saya, yang kemudian jadi kenyataan.