Wednesday, February 29, 2012

[Another Story of Us] The Stranded Ship and The Letter Box part I


[INTRO]
Kapal itu sudah tua dan karam. Rapuh namun masih tegar berdiri di pantai berpasir putih itu. Dan sebuah kotak surat setia menemani waktunya di sana. Dikala hujan, senja, badai … kapal itu tetap tegar, seakan menunggu sesuatu yang tak pasti di sana. Apa yang ia tunggu? Sebuah suratkah?
Mungkin aku akan menceritakannya lagi, legenda itu. Legenda kapal karam dan kotak suratnya.
Konon, hiduplah sepasang sahabat yang hidup di zaman pertengahan. Kita sebut saja mereka sebagai Glorious dan Valeriana. Glorious selalu bermimpi untuk bisa menjelajahi samudra bersama dengan sang Ayah yang seorang penjelajah samudra. Ia percaya di suatu tempat di bumi ini ada sebuah keajaiban yang terletak di suatu tempat. Ia ingin sekali pergi ke tempat ajaib itu. Sedangkan Valeriana, yang ia percaya hanyalah Glorious bisa menemukan tempat itu suatu hari nanti. Hanya Valeriana yang percaya dengan semua cerita Glorious akan tempat-tempat ajaib itu.
Ketika Glorious beranjak remaja, ia ikut dengan sang Ayah yang saat itu tengah kembali pulang ke kampung halaman.
                “Berjanjilah untuk terus menceritakan apa yang kau lihat, rasa dan dengar di laut sana” kata Valeriana di detik pelepasan sahabatnya itu.
                “Tenang saja, meski aku berpisah denganmu, aku akan datang padamu dalam bentuk sebuah surat. Aku sudah mempersiapkan itu semua, Valeri” katanya sembari mengangkat lengannya, tiba-tiba seekor burung dara hinggap di lengannya. Seekor burung pos. Valeriana tersenyum.
Hari demi hari Glorious habiskan di lautan yang tak pernah bisa di tebak. Ia sedang belajar menjadi seorang petualang sejati. Namun bagaimana dengan keadaan sahabat kita yang lainnya? Valeriana dengan setia menunggu surat darinya yang menceritakan tempat ajaib yang waktu itu Glorious ceritakan padanya. Mereka berdua memang pengkhayal.
Dan dari perpisahan itu, mereka belajar bahwa sebuah surat itu mampu menghubungkan mereka berdua yang bermil-mil jauh jaraknya. Dan Valeriana membuatkan sebuah kotak di depan jendela kamarnya untuk si burung pos untuk menaruh surat dari sahabatnya yang sedang melaut itu. Valeriana percaya kotak surat itu juga sebuah benda yang ajaib karena dari kotak suratnya itulah cerita-cerita sahabatnya bisa ia baca. Cerita tentang tempat yang belum pernah ia lihat, dengar atau pun rasakan.
“Suatu hari aku akan membawamu bersamaku, Valeriana. Aku akan membawamu melihat keindahan yang belum pernah kau lihat di daratan”
“Glorious, aku akan menunggumu di sini, dengan kotak surat yang selalu siap menerimamu kembali pulang ”
Suatu hari, Glorious pun pulang. Tapi bukan karena rindu kampung halaman, melainkan untuk menikahi sahabatnya, Valeriana. Dan memenuhi janjinya untuk mengajak Valeri melihat keindahan yang tak pernah mereka temukan di daratan. Keinginan Valeri untuk menemukan tempat-tempat ajaib itu pun akhirnya dapat terealisasikan. Valeriana pun tak lupa membawa sebuah benda ajaibnya : sebuah kotak surat yang ia buat untuk menerima surat-surat Glorious.
Valeri menikmati petualangannya bersama Glorious. Dan ia benar-benar menepati janjinya, menunjukkan tempat-tempat ajaib yang dulu pernah ia ceritakan pada Valeriana.
Namun, di suatu hari yang cerah, cuaca tiba-tiba saja tidak berkawan. Valeriana sangat suka hujan.
                “Valeri, kau mungkin suka hujan. Tapi tidak ketika kita berada di laut. Semua pertanda hujan, bisa jadi pertanda badai. Dan kita harus waspada”
                “Bukankah kau sudah berkawan dengannya? Kau sudah menemuinya beribu kali bukan selama ini?” teriak Valeri, karena angin yang berderu sangat kencang.
                “Valeri, badai yang mengambil Ayahku. Dan aku tidak ingin terjadi yang kedua kalinya pada orang yang aku sayang, pada dirimu. Berjanjilah untuk terus bersamaku” kata Glorious menatap lekat mata Valeri yang coklat muda. Valeriana mengangguk.
Semua awak bersiap-siap dengan kedatangan badai. Mereka memang sudah berkali-kali menemui hal yang seperti ini, tapi badai tetaplah musuh bagi para pelaut. Laut tak pernah bisa kita tebak. Kadang ia menjanjikan sesuatu yang tak pernah kita kira, namun bisa merenggut segalanya begitu saja seketika itu juga.
Namun keadaan memburuk, dan ini bukan keadaan yang biasa mereka temui. Laut bergolak terlalu liar dan mereka hanya bisa mengikuti apa keinginan laut, hanya berharap kalau-kalau badai segera berakhir dan tak ada yang terenggut olehnya. Tapi sepertinya Tuhan berkata lain kali ini, badai menghempaskan kapal pesiar itu ke arah karang besar yang menjulang di tengah laut. Mengoyak kapal itu. Mengoyak segala isinya beserta harapan yang mereka punya …
Hingga suatu pagi, Valeriana terbangun di dalam kabin, dekat dengan kotak suratnya. Ia pikir semuanya sudah usai. Ya, badai sudah usai tapi ia tidak mempercayai matanya ketika keluar dari kabin kapal … Kapalnya karam di sebuah pantai. Dan ia tidak menemukan seorang awak pun di sana, termasuk Glorious. Ia turun dari kapal, mencari ke dalam hutan di dekat pantai itu kalau-kalau para awak yang selamat sedang mencari makan. Namun nihil. Dan ia berusaha menyadarkan dirinya sendiri bahwa ia benar-benar sendiri di pantai itu. Ini petualangan pertamanya tapi kenapa harus karam begitu saja. Ia belum menginjakkan kakinya di semua tempat ajaib itu. Kenapa harus di pulau tak berpenghuni ini hidupnya akan berakhir, tanpa siapa pun?
Hari demi hari ia rajut menjadi bulan. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun. Ia selalu menepis bahwa Glorious meninggalkannya. Hingga ia tak sadar bahwa waktu semakin mengikis dirinya. Mengikis jiwa dan raganya yang kian renta. Mengikis keyakinannya untuk terus menunggu. Meski begitu, ia tetap tak mau pasrah akan takdir. Ia percaya tak ada yang tak mungkin di dunia ini, dan lagi-lagi meski sebenarnya ia lelah untuk terus menunggu.
Satu demi satu ingatannya melepaskan diri dari cerebrumnya. Berlarian ke sana-kemari memenuhi udara di sekitarnya. Tiap kali hujan datang, ia selalu mengingat Glorious. Karena itu adalah detik-detik terakhir ia bersama dengan Glorious. Hujan. Apakah ia sekejam itu merenggut Glorious darinya? Bukan, itu perbuatan badai, Bukan hujan. Dan aku tidak ingin terjadi yang kedua kalinya pada orang yang aku sayang, pada dirimu. Berjanjilah untuk terus bersamaku, kata-kata itu masih teringat di ingatannya. Itu adalah sebuah janji bukan, Glorious? Aku menantimu.
Ia menancapkan sebatang kayu yang ia dapat di hutan, memakunya dengan kotak surat yang ia punya di samping kapalnya. Dan jadilah sebuah kotak surat di samping kapal yang karam. Tenang saja, meski aku berpisah denganmu, aku akan datang padamu dalam bentuk sebuah  surat. Valeriana selalu ingat kata-kata itu,meskipun sudah bertahu-tahun lamanya kata-kata itu terucap dari bibir Glorius. Tapi ia percaya Glorious tidak akan mengingkari janjinya.
Mungkin itu adalah hal yang bodoh yang pernah ia lakukan. Tapi ia percaya pada Glorious. Ia berharap dengan adanya kotak pos itu, Glorious tak usah bersusah payah menemukan ke mana ia harus datang (dalam bentuk sebuah surat). Setidaknya, jika nanti ia sudah tidak bisa bergerak lagi untuk menyambut kedatangan suaminya, Glorious bisa menemukan jalannya pulang ke rumah. Ke sebuah rumah kapal yang karam. Tepatnya sebuah kotak surat yang Valeriana buat untuknya, di samping kapal karam mereka.
Glorious, aku membuat rumah untukmu datang
Jika aku tak lagi mampu memelukmu maka hanya dengan kotak ini kita akan terhubung
Aku tidak menunggu balasan darimu, aku menunggumu

Valeriana


NB:
Fanfic untuk Farah Arinda yang sudah lama sekali tapi belum di share :') maaf yaaaa...

Monday, February 6, 2012

[Another Story of Us] A Letter for The Past part I


“Hidup tanpa teman bagaikan kematian tanpa saksi.” 
-Pepatah Spanyol-

I scraped my knees while I was praying
And found a demon in my safest heaven
Seems like it’s getting harder to believe in anything
Than just to get lost in all my selfish thoughts
I wanna know what it’d be like
To find perfection in my pride
To see nothing in the light
I’ll turn it off, in all my spite
In all my spite, I’ll turn it off

*
Bisakah kita menyatukan serpihan ingatan yang tak lagi melekat di bagian cerebrum kita ? Bisakah kita membalikkan lagi waktu yang sempat terlewat sia-sia ?
Bisakah kita menemukan diri kita yang lain di suatu tempat ketika kita mati nanti ?
Dan sampai kapan aku akan bertanya “bisakah” pada diriku sendiri , sementara tak ada jawaban yang aku tau , ataupun orang lain yang akan menjawab ?

Aku ingin kembali ke tiga tahun yang lalu . Ketika semuanya adalah kehidupan . Kehidupan nyata yang waras , menurutku . Dan kini aku hanya bisa menunggu kapan Tuhan akan mengirimkan lentera itu ke dalam gelapku …

Wednesday, February 1, 2012

Tiring day~

Lately, I've been soooo busy...and really have no time to write any post. I come back from school--normally--at 3.00 PM but I have course for my preparation for national exam, it's from 3.00-6.00 PM. Even sometimes I have to stay till 8.00 PM to do my homework there then come back at 9.00 PM. Huft...what a tiring day, huh?

I have problem with time management too. That's why lately it feels a day is soo full...the schedule become tighter than before. so I make resolution to manage my time starts from now on. This is my 2012 resolution : TO FIX MY TIME MANAGEMENT.
I did the schedule and slowly i feel the benefits of it (hooray!!)
 though I'm still learning with this one and sometimes i got some lack of it.