Sunday, August 26, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part V




VI.
            Hari itu Four pulang ke dome-nya, dan kamarku kembali sunyi seperti biasanya. Siang-siang begini biasanya Four sedang melakukan eksperimen membuat resep masakan baru yang bisa ia praktekan di Markas, “Aku butuh yang sederhana, sehat, bergizi, mengenyangkan dan murah” selalu seperti itu kata-katanya. Tapi kebanyakan dari resep-resep yang ia buat adalah sebuah kegagalan besar. Aku rasa ia memang tidak berbakat di dapur. Mungkin keputusan untuk menjadi seorang pejuang Cora yang turun ke medan perang memang yang paling baik untuknya. Ia terlihat lebih hebat dengan armor marun dan Hora Sword-nya ketimbang dengan sebuah apron.


            Siang itu rasanya begitu hampa sehingga aku mencoba menyibukkan diri dengan membuka kembali jurnal Dr.Dohyeon, membacanya untuk yang kesekian kalinya. Yang bisa aku rangkum sejauh ini adalah sesuatu yang buruk yang berkenaan dengan kemanusiaan di dunianya juga terjadi di sektor Novus dan suatu bentuk kejahatan dilakukan pan-Earth Union atas nama proyek kemanusiaan yang baru. Dan dari kalimat yang menceritakan tentang dua orang koleganya, sepertinya mereka dijadikan kelinci percobaan. Mereka berubah menjadi “monster” tapi monster yang bagaimana; monster dalam arti sebenarnya atau suatu senjata pembunuh? Dan satu lagi, bahwa Herodian merupakan bangsa yang mencoba menghancurkan peradaban manusia dan mereka menggunakan virus Arcane untuk itu, tapi virus yang seperti apa Arcane itu? Dan apa maksudnya bahwa Holimental bisa mengontrol mereka?
            Sebentar, kenapa cerita tentang Herodian itu mirip seperti bangsa yang hidup di Vega? Pikiranku membentuk jawabannya sendiri. Aku kesal karena yang bisa aku lakukan saat ini hanya menerka-nerka. Aku sudah mencari semua yang berkenaan dengan isi jurnal Dr.Dohyeon di semua literatur yang berhubungan dengan apa yang ia tuliskan. Tapi aku tidak menemukan hal yang berarti yang bisa menyatukan semuanya.
            “Erie!!! Ada tamu untukmu!!” tiba-tiba suara Ibu menghancurkan semua pemikiranku. Aku turun ke bawah melihat siapa yang datang.
            Aku menemukan orang itu adalah Ice. Aku menyambutnya dengan hangat dan mengajaknya untuk pergi ke atas. Tapi ia menolak untuk itu, ia hendak mengajakku pergi ke pantai. Sebenarnya aku malas sekali jika sedang melakukan sesuatu yang menyita perhatianku tiba-tiba ada yang mengganggunya, tapi karena aku jarang—dan mungkin untuk beberapa waktu ke depan tidak akan bisa memiliki waktu—bertemu dengannya, jadi aku mengiyakannya.
            “Aku akan kembali besok pagi” katanya tiba-tiba. Aku meliriknya,”Mungkin ini akan jadi kesempatan terakhirku bertemu denganmu tahun ini. Aku harap di tahun-tahun berikutnya aku masih bisa bertemu denganmu, Vale” aku tersenyum tipis mendengarnya, benar-benar tidak tahu apa yang harus aku katakan.
            “Dan...aku ingin memberimu ini” ia mengeluarkan sebuah kalung dengan bandul seperti permata berwarna putih, ia mengalungkannya di leherku,”Ini Holystone. Aku mendapatkannya dari tambang saat Cora berhasil merebut chip dari dua bangsa lain. Ini adalah simbol keberuntungan bagi Cora dan aku harap ini bisa membawa keberuntungan pula bagimu” Ia terdiam dan menatapku beberapa detik lamanya lalu menyambung kalimatnya lagi,”Kau cantik” dan itu sukses membuat wajahku memerah. Sialan kau, Ice.
            “Aku ingin bertanya padamu tentang batu ini. Apa ini yang menjadi alasan Cora selama bertahun-tahun lama berjuang dan mempertaruhkan nyawa mereka?” tanyaku sembari menatap langsung ke matanya. Aku melihatnya tersenyum tipis,”Jadi kau bertarung di medan perang hanya untuk mendapatkan ini? Apa kau pikir batu ini lebih berharga daripada nyawamu sendiri? Apa yang membuat batu ini jadi begitu istimewa untuk semuanya? Kenapa kita rela menumpahkan darah, berperang hanya untuk sebuah batu seperti ini? Kenapa, Ice? Jangan bawa-bawa Decem untuk menjawab pertanyaanku karena yang aku tahu keinginan Decem adalah menyatukan alam semesta di bawah naungannya. Kita ada untuk menjaga keseimbangan. Aku masih tak habis pikir, kenapa harus batu ini?” tiba-tiba saja aku menghujaninya dengan pertanyaan yang bercampur dengan emosi sembari menggenggam erat-erat bandul Holystone itu. Kenapa peperangan yang hanya memperebutkan batu putih ini membawa nama Decem sebagai alasannya. Decem terlalu suci untuk dijadikan alasan pertumpahan darah terjadi.
            “Haruskah aku menceritakan semua yang terjadi di medan perang padamu? Apa kau tahu kenapa bangsa Accretia begitu membenci kita? Apa kau tahu alasan Bellato turut memerangi kita? Semua yang dilakukan pendahulu kita pasti memiliki alasan. Aku yakin mereka tidak berperang hanya karena alasan yang bodoh. Para pejuang memang tidak diperbolehkan membawa apa yang kami temui di medan perang ke dalam lingkungan warga sipil, meski aku tahu beberapa dari mereka menceritakan tentang kekejaman perang dan apa yang mereka lihat. Tapi lebih dari itu, hanya kami yang tahu. Jadi tolong mengerti alasan kami untuk berjuang. Ini bukan hanya tentang sebuah batu yang kami perjuangkan, tapi apa yang bisa dibuat batu ini untuk peradaban Cora di masa mendatang” ia menjelaskan dengan panjang lebar, meskipun aku merasa ia tidak memberikan jawaban yang aku inginkan. Aku menghela nafas panjang lalu memeluk Ice.
            “Aku selalu menunggumu kembali, Ice. Kalaupun aku berubah pikiran, berjanjilah padaku untuk berjuang bersama mempertahankan kehidupan kita dan jika nanti aku memilih jalan yang berbeda denganmu, berjanjilah untuk kembali ke hadapanku lagi dalam keadaan hidup. Jangan buat aku kehilangan untuk yang kedua kalinya, Ice. Aku benci kehilangan” mataku sebenarnya perih tapi aku tahan air mataku. Aku paling tidak suka menangis.
            Beberapa saat kemudian kami hanya terdiam di pesisir. Hanya duduk memandangi lautan yang masih berdesir. Yang aku pikirkan saat ini hanya agar tidak bertemu dengan Varas. Karena aku tidak mau mati begitu saja sebelum aku melakukan sesuatu untuk bangsaku. Terlebih aku tidak membawa senjataku, aku tidak mau mati bodoh tanpa perlawanan. Aku melirik Hora Sword yang di bawa Ice. Itu pedang yang sama dengan pedang Four, tapi kenapa rasanya milik Four lebih bersinar daripada milik Ice?
            “Ice, kenapa Hora-mu terlihat berbeda dari milik sahabatku? Itu Hora Sword kan?” aku menganalisa lagi pedang Ice.
            “Lebih bersinar?” tanyanya. Aku menggeleng.
            “Milik sahabatku yang lebih bersinar” kataku.
            “Sudah berapa titik yang ia miliki di sini?” tanyanya sembari menunjukkan sebuah tempat di dekat pangkal pedang. Aku melihat miliknya baru tiga titik.
            “Oh, kalau tidak salah enam” kataku singkat sembari mengingat. Wajahnya terlihat seperti terkejut,”Kenapa?” tanyaku polos.
            “Wow. Sahabatmu hebat sekali dalam hal menempa. Titik-titik ini menunjukkan sudah berapa kali pedang ini ditempa. Menempa berfungsi untuk menaikkan kemampuan dari pedang ini sendiri. Kau bisa memilih efek yang akan kau upgrade untuk pedangmu, contohnya seperti daya serang, rasio kritikal, akurasi serangan, defense dan lain-lain. Itu semua sesuai dengan talic yang kau gunakan. Talic bisa kau dapatkan dari mengolah Ore atau membunuh Scud Lava. Selain talic, kita membutuhkan empat jenis Gem untuk menambah persen kemungkinan berhasil ketika melakukan upgrade”
            “Jadi menempa tidak selalu berhasil ya? Memang tidak bisa minta tolong pada orang lain?”
            “Jika kau gagal, pedangmu hancur. Hm, untuk minta bantuan sebenarnya bisa saja, apalagi orang-orang yang memutuskan untuk mengambil job sebagai Artist punya kemungkinan yang lebih besar dalam persen keberhasilan dari job lainnya tapi aku rasa menempa tetap harus menggunakan keberuntunganmu sendiri. Jadi belum tentu para Artist bisa berhasil meng-upgrade semua senjata menjadi enam titik. Kalau sudah begitu, sama saja bukan, antara menempanya sendiri dengan meminta bantuan orang lain? Aku lebih memilih percaya pada diriku sendiri untuk menempa daripada orang lain, kalau pedangku patah, aku tidak harus kecewa pada orang lain kan?”
            “Hm...jadi menempa itu sulit ya? Aku kira itu hanya pekerjaan menempa pedang biasa saja. Kalau begitu bisa menempanya sampai enam titik adalah sesuatu yang tidak umum bukan? Tandanya sahabatku itu hebat sekali ya?”
            “Iya, jarang bisa menemukan orang yang mampu menempa hingga enam titik. Memang siapa sahabatmu? Mungkin saja aku kenal”
            “Namanya Four Larryneth, kau kenal?”
            “APA? Nona Four? Kau serius dia sahabatmu?” tanyanya, kali ini lebih tidak percaya dari sebelumnya. Aku mengangguk.
            “Kenapa semua orang memanggilnya dengan sebutan ‘Nona’? Itu terdengar aneh sekali di telingaku. Itu sangat tidak cocok dengan sikapnya yang seperti itu”
            “Ya Tuhan, kau bahkan tidak tahu siapa sahabatmu di Markas. Kau tahu, ia adalah salah seorang Perwira Tinggi Batalion Penyerangan yang dipercaya oleh Archon. Untuk pejuang yang baru dua tahun berada di Markas, ia termasuk anak super-duper-jenius. Aku yang sudah dua tahun berada lebih dulu di Markas bahkan belum bisa mencapai ranking lima belas teratas pejuang terbaik. Dan setahuku, ia perwira termuda saat ini. Hah...beruntung kau punya sahabat sepertinya Valerie” katanya sembari melemparkan pandangannya jauh ke ujung lautan. Aku menelan ludah. Four...seorang Perwira Tinggi? Usianya bahkan belum genap sembilan belas tahun saat ini. Wow...kenapa ia tidak pernah menceritakannya padaku? Ah, apa ia ingin terlihat biasa-biasa saja di depanku? Dasar Four.
            “Aku bahkan tidak menyangka ia bisa secepat itu mendahuluimu. Anak itu...kenapa ia selalu memperlihatkan sikap konyolnya di depanku? Kenapa ia tidak menceritakan apa saja yang sudah ia capai tiga tahun belakangan ini? Hah..dasar Four~” aku mengacak-acak rambutku sendiri. Ice tertawa melihat kelakuanku.
            “Kenapa kau sampai seperti itu? Kau harusnya bangga pada sahabatmu itu”
            “Tidak usah kau nasehati pun aku tahu harus seperti apa. Hei, berapa lama masa jabatannya sebagai seorang perwira tinggi?”
            “Untuk seorang perwira tinggi, masa jabatannya adalah enam bulan. Perwira tinggi dipilih oleh Archon yang sedang menjabat dan wakilnya dipilih lewat voting Markas. Kalau kau ingin tahu tentang Markas, aku sarankan kau untuk datang saja ke sana. Kau bisa menanyakan banyak hal pada staff informasi Markas” katanya, aku hanya tersenyum tipis. Dari kemarin, entah kenapa aku merasa banyak ‘serangan’ bertubi-tubi dari kedua orang sahabatku yang sedang berlibur dari tugasnya ini. Mereka—sadar tak sadar—seperti sedang membujukku untuk ikut masuk Markas. Ah, mereka makin membuatku goyah.
            “Ice, aku ingin bertanya padamu tentang sesuatu”
            “Apa?”
            “Apa kau tau tentang Herodian? Apa itu bagian dari salah satu bangsa?” tanyaku. Ia memiringkan kepalanya.
            “Tau dari mana kau tentang Herodian? Setahuku itu salah satu nama daratan yang terletak di daerah kekuasaan Bellato. Kenapa? Kau ingin pergi ke sana?” katanya, aku menggeleng cepat.
            “Hm....aku hanya sempat membacanya di sebuah buku”
            “Buku tentang apa? Setahuku semua buku yang berkenaan dengan bangsa lain tidak boleh disebarluaskan di kalangan warga sipil”
            “Ah, ini buku kumpulan legenda. Ceritanya tentang bangsa Herodian yang menjadi asal muasal dari pertumpahan darah yang ada. Aku pikir cerita itu seperti nyata, makanya aku bertanya, mungkin memang benar ada bangsa bernama Herodian itu di kehidupan nyata” kataku berkilah,“Lalu apa kau tahu tentang pan-Earth Union? Aku pernah mendengarnya dari seseorang, mungkinkah itu sebuah aliansi dari salah satu bangsa?” tanyaku lagi. Wajahnya seperti sanksi akan pernyataanku tadi.
            “Aku rasa tidak. Di medan perang hanya ada Cora, Accretia dan Bellato. Tak ada aliansi dengan siapapun. Kau tahu kan kalau sudah sejak ratusan tahun lalu planet Novus tidak bisa melakukan komunikasi antar planet karena platform dirusak?”
            “Aha...aku tau itu. Kira-kira, siapa ya yang menghancurkan platform? Bukankah platform itu berguna untuk komunikasi? Apa mereka yang menghancurkannya tidak berpikir kalau-kalau nanti kita di sini sedang mengalami krisis sumberdaya, bukankah akan lebih sulit untuk meminta bantuan dari planet lain? Apa ya alasan mereka menghancurkannya? Mungkinkah ada sesuatu yang sangat mengancam planet ini jika platform tidak dihancurkan?” aku masih menerka-nerka.
            “Mungkin saja, Vale. Mungkin saja ada bangsa penghancur yang akan datang sampai-sampai para pendahulu menghancurkannya”
            “Dan...pernahkan kau bertanya-tanya tentang bagaimana kita—Cora—berada di planet yang sama dengan dua bangsa yang berbeda? Hingga akhirnya terjadi peperangan seperti saat ini. Ah, ini semua membingungkan” aku kembali mengacak-acak rambutku.
            “Sudah sudah...sepertinya kau terlalu banyak memiliki pertanyaan yang bahkan literatur pun tidak memiliki jawabannya. Tidak ada gunanya kau memikirkan begitu banyak hal tapi kau tak bisa menemukan jawabannya. Jangan melihat ke masa lalu karena yang kita punya hanya saat ini. Jadi berusahalah sebaik mungkin untuk tidak kau sesali keesokannya”
            “Baiklah...Aku pikir nasehat kalian—para pejuang—jadi begitu mematikan. Kalian jadi terlalu serius menjalani hidup”
            “Hei, sekarang aku tanya kau, yang terlalu memiliki banyak pertanyaan aneh di otaknya itu siapa, hah? Hah?” lagi-lagi ia menunjuk-nunjuk dahiku.
            “Iya...iya...aku bercanda~~” tawa kami pun pecah.
            Sore itu, setidaknya aku tahu satu hal tentang Herodian. Tapi itu masih belum cukup untukku. Aku harus mencari tahu lagi tentang daratan itu sendiri. Tapi sayangnya semua buku yang berkenaan tentang bangsa lain dan peperangan hanya ada di perpustakaan Markas, sedangkan yang boleh memasukinya hanya prajurit dan siswa akademi. Jadi...haruskah aku pergi ke sana? Tolong jangan buat aku memutuskan secepat ini. Aku masih ingin hidupku normal seperti warga sipil lainnya. Aku tidak ingin masuk Markas hanya karena ingin mencari tahu tentang hal ini saja. Aku belum siap.....


Next part:
[Rising Force] The Beginning to The New World part VI
disclaimer:

CCR INC Soul and Spirit
LYTO

*berpartisipasi dalam "RF ONLINE" Competition “RF Online Indonesia”

No comments:

Post a Comment