Thursday, August 30, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part VI




VII.
            Selang beberapa hari setelah kepergian Ice, Four pun berpamitan padaku. Masa liburannya sudah habis, yang belakangan aku tahu bahwa dalam setahun prajurit hanya boleh pulang sekali dengan lama waktu sebulan. Four baru memutuskan untuk pulang di tahun keempatnya dan Ice baru pulang di tahun keenamnya. Mereka berdua sama anehnya. Apa mereka tidak rindu rumah? Tapi...mungkinkah aku seperti itu jika aku menjadi seorang prajurit?
            Suatu pagi, aku mendapati sebuah pesawat kertas di dekat jendelaku. Aku menengok ke arah luar, tidak ada siapa-siapa. Aku buka kertas itu. Alangkah herannya aku membaca kertas di tanganku; sebuah form pendaftaran akademi Markas. Siapa orang yang sengaja menerbangkannya ke kamarku? Four? Ice? Aku rasa tidak mungkin mereka berdua. Tapi siapa? Hm...Neo? Ah, anak itu lagi, pasti ia masih menjalani training di Markas.
            Untuk beberapa malam kemudian, aku masih saja sibuk memikirkan siapa yang menerbangkan form itu ke kamarku. Dan apa tujuannya? Apa jangan-jangan ia mengetahui sesuatu yang aku ketahui? Apa orang itu memiliki bagian lain dari jurnal Dr.Dohyeon? Ah, aku kesal. Lagi-lagi banyak pertanyaan yang menjejali kepalaku. Dan sialnya, form ini makin menggoyahkan hatiku untuk tetap berprofesi sebagai pemburu part-time—pekerjaan ini memang terdengar aneh sekali. Bahkan kalau diingat-ingat, beberapa minggu ke belakang setelah aku bertemu dengan dua orang prajurit yang sedang liburan itu, semua tentang Biro Penelitian hilang dari kepalaku. Aku benci ini tapi sepertinya...ah.
            Aku datang ke Anta de Notre dengan perasaan yang berat. Aku ingin menceritakan semua masalahku pada Tuan Shedir. Beliau kan sudah tua, pasti punya banyak pengalaman, mungkin saja ia bisa membantuku. Tapi belum aku mengutarakan apa yang sedang aku rasakan, beliau sudah bertanya padaku,”Kenapa kau belakangan ini Valerie? Apa kau sakit? Atau....apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” aku langsung lemas, tapi untunglah jadi aku tidak perlu meminta waktunya lebih dulu hanya untuk mendengar ceritaku.
            “Apa yang anda pikir jika sesuatu sering sekali menghantui anda? Dan jika anda mencoba memikirkan hal yang lain tapi anda tetap saja kembali pada pemikiran awal anda?”
            “Kau sedang jatuh cinta?” tanyanya sembari terkekeh. Aku merajuk, “Ah Tuan, saya serius~”
            “Menurutku hatimu sedang berusaha meyakinkan otakmu akan sesuatu. Biasanya sesuatu yang seringkali kau pikirkan dan mengganggumu adalah sesuatu yang kau inginkan tapi ketika kau mencoba melupakannya itu adalah sebentuk rasa ketidakmampuanmu terhadap hal itu. Entah karena ada penghalang dari dalam atau luar dirimu. Dan jika pikiran itu selalu kembali tandanya kau benar-benar menginginkan hal itu” katanya sembari melirikku lalu mengedipkan matanya,”Coba dengarkan kata hatimu, Valerie. Karena di dunia ini, hanya hati nurani yang tak pernah membohongi diri kita” ia pun berlalu ke dalam ruangannya. Bahkan aku belum sempat membuat pembelaan akan kalimat awalku tapi lagi-lagi aku merasa apa yang ia katakan tak ada yang salah.
            “Valerie, kemarilah!” ia memanggilku untuk masuk ke dalam ruangannya. Aku masuk dengan langkah yang gontai, kakiku lemas.
            “Aku sebenarnya sering menemukanmu dalam keadaan seperti ini—tidak tahu apa yang benar-benar kau inginkan, hanya saja kau selalu diam, jadi aku membiarkanmu melakukan apa yang kau mau. Tapi sekarang aku ingin mengajarkan sesuatu padamu, sesuatu yang bisa membantumu di lain kesempatan. Ini adalah skill untuk meningkatkan daya konsentrasi dan fokusmu. Karena dengan fokus, kau bisa tahu apa yang harus kau lakukan” ia menunjuk sebuah buku dengan bahasa Cora kuno yang terdapat gambar posisi tubuh yang harus dilakukan. Aku bisa membaca buku itu karena aku pernah mempelajarinya secara otodidak selama aku bekerja di sini.
            “Oh, sebentar Tuan, ini...bukankah skill yang dipelajari para Caster?” ia melirikku. Heran.
            “Dari mana kau tahu?” tanyanya, aku menunjuk tulisan yang berisi tentang data skill. Ia menatapku beberapa waktu,”Kau bisa membaca bahasa Cora kuno?” aku mengangguk. Ada yang salah? –pikirku.
            “Saya belajar tentang tulisan ini selama bekerja di sini, Tuan. Apa saya salah mengartikannya?” tanyaku. Ia menggeleng, membelai dagunya yang dipenuhi janggut keputihan sembari menatapku penuh rasa ingin tahu.
            “Kau bisa membaca bagian yang ini?”
            “Caster adalah kumpulan pertama yang meneliti lebih jauh tentang kemampuan Force Cora. Mereka dianggap Spiritualist asli. Namun karena peperangan, mereka menjadi agresif. Mereka menjadi Spiritualist petarung dan menggunakan Force dengan agresif” aku membacakannya untuk Tuan Shedir. Aku diam sejenak menunggu tanggapan darinya, takut aku melakukan kesalahan. Ia melirikku lalu mengangguk.
            “Sekarang bacalah lalu pahami apa yang tertulis di dalamnya”
            “Tapi, Tuan, apakah seorang warga sipil diperbolehkan untuk melakukan ini? Apa tidak ilegal mempelajari Force skill para pejuang dan menggunakannya di luar Markas untuk kepentingan pribadi?”
            “Siapa yang menyuruhmu menggunakannya hanya untuk kepentingan pribadi? Siapapun yang kau jadikan sasaran  bisa merasakan efek Force ini. Dan pada dasarnya semua Force yang kau pelajari di Markas berfungsi sebagai alat pertahananmu. Jadi sebenarnya, bisa saja warga sipil mempelajari apa yang para siswa akademi pelajari, hanya saja kebanyakan dari mereka berpikir Force tidak berguna untuk kehidupan rakyat biasa” ia mengusap janggut putihnya sembari berjalan menuju rak buku besar di seberang mejanya. Ia menarik sebuah buku yang belakangan diketahui adalah sebuah tuas, rak besar itu pun bergeser sehingga memperlihatkan ruangan dibaliknya. Aku melihat banyak senjata di sana, dan semuanya bersinar. Aku mendekati Tuan Shedir perlahan sambil masih berdecak kagum tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun—bahkan aku tidak berkedip.
            “Sisa-sisa kejayaan masa lampau” ia melirikku sembari terkekeh. Hampir semua senjatanya mempunyai enam titik.
            “Tuan Shedir, saya tak pernah tau bahwa anda seorang pejuang. Anda...keren sekali, Tuan” lagi-lagi aku mendengarnya terkekeh.
            “Ohoho, mantan pejuang tepatnya, Valerie”
            “Tidak. Anda mungkin dulu seorang prajurit, tapi jiwa pejuang seorang prajurit akan selalu hidup di hatimu, Tuan” aku tersenyum padanya, ia menatapku lekat lalu terkekeh.
            “Kau...selalu mengingatkanku akan seseorang dari masa lalu. Seorang sahabat seperjuangan di Markas”
            “Siapakah orang itu?”
            “Hm...namanya Corsesca Covenant. Anak itu sungguh mencerminkan jiwa anak muda yang berapi-api; idealis, energik dan haus akan ilmu. Ia selalu ingin tahu dan bertanya banyak hal akan sesuatu, sama sepertimu. Darinya, aku mengenal dunia selain dunia nyata yang mana untuk bisa masuk ke sana butuh sebuah buku sebagai gerbangnya. Dan...anak itu lebih dari sekedar seorang prajurit di mataku” matanya mulai berkaca-kaca tapi masih menerawang jauh entah ke mana,”Ah, maaf maaf...aku jadi terlalu emosional seperti ini” ia menertawakan dirinya sembari melangkah menuju sebuah tongkat. Ia berbalik lalu melemparkannya padaku. Aku menangkapnya dengan perasaan was-was takut benda itu jatuh dan aku tidak bisa menggantinya. Kadang Tuan Shedir bertindak sembarangan pada bendanya.
            “Kau selalu bisa menggunakan Force yang bersifat support tanpa menggunakan tongkat, perhatikan” aku memperhatikannya dengan seksama. Ia mengatur napasnya lalu mengayunkan tangannya seakan ia sedang memegang tongkat lalu cahaya berwarna ungu terlihat di sekitar tubuhnya dan tiba-tiba saja dari lantai kayu muncul sesosok makhluk asing. Makhluk itu melayang-layang di udara. Makhluk itu tidak memiliki kaki yang utuh—entahlah, apa yang seperti itu bisa aku katakan kaki atau bukan. Parasnya cantik, tapi ia selalu menunduk terlalu dalam sehingga tutup kepalanya selalu menutupi sebagian wajahnya. Jubahnya panjang hampir menutupi seluruh tubuh. Makhluk itu lucu sekali.
            “Perkenalkan, ia sahabatku, Alice namanya. Alice, ini Valerie, sahabatku” aku melihat makhluk itu mundur ke belakang Tuan Shedir. Ia merasa malu, lucu sekali.
            “Hei, kau tak usah takut padaku, Alice. Aku Valerie...salam kenal, Alice” kataku padanya. Ia hanya mengangguk kecil, aku mendengar ia mengeluarkan suara tapi pelan sekali. Tiba-tiba ia mengeluarkan cahaya kehijauan dan di waktu yang bersamaan aku merasa tubuhku lebih baik dari sebelumnya. Apa ia baru saja melakukan Force padaku?
            “Hahaha, itu salam perkenalannya untukmu. Alice adalah Animus dari golongan Inana. Inana adalah satu-satunya Animus dengan kemampuan Holy Force. Di jaman dulu, para pendahulu Cora yang tidak terlalu setuju akan War of Colour—kemenangan yang diusung lewat dunia kegelapan—mengadakan perjanjian dengan Inana, namun saat ini Inana bisa di summon oleh semua kalangan Summoner”
            “Alice, sekarang waktunya kau kembali. Terima kasih” kata Tuan Shedir pada Animusnya itu. Alice pun mengagguk lalu menghilang lagi ke dalam lantai. Aku masih takjub dengan yang tadi,”Nah, sekarang giliran kau yang mencobanya. Untuk sementara, gunakan dulu tongkat sebagai pemancing kekuatan Force-mu” katanya. Tapi aku mengangkat alis. Aku merasa bodoh dengan sebuah tongkat di tanganku. Aku bahkan tidak mengerti bagaimana menggunakannya. Four belum mengajariku tentang bagaimana menggunakan senjata ini.
            “Ohoho, aku lupa kalau kau masih belum memiliki dasar untuk membangkitkan kekuatan Force-mu. Maaf, maaf...” ia lagi-lagi terkekeh lalu mengambil tongkat dari tanganku,”Kalau begitu, kau belajar membangkitkan kekuatanmu dulu. Hal yang terpenting bagi seorang Spiritualist adalah pikiran yang jernih. Jika kau sudah bisa melakukannya, dengan sendirinya kau bisa menggunakan Force Concentration milik Caster, Force itu berfungsi untuk meningkatkan jumlah serangan Force. Dalam peperangan, kau bisa menggunakannya pada kawan sebangsamu” katanya sembari duduk bersila di tengah-tengah ruangan,”Kemari, ikuti aku”
            Aku pun duduk di sampingnya lalu ikut  bersila. Ia menarik napas panjang, memejamkan mata dan diam untuk beberapa saat. Aku pun menirunya.
            “Tenangkan dirimu, atur setiap aliran darah yang melewati nadimu, kendalikan mereka, kendalikan detak jantungmu. Kuasai setiap jengkal tubuhmu. Rasakan tubuhmu, rasakan semua bagian darinya. Bangkitkan seluruh kekuatan yang tersimpan di setiap jengkal tubuhmu. Rasakan kekuatan itu keluar dari pori-pori tubuhmu dan mulai menaungimu dengan cahaya-cahaya kemilaunya. Kau terlahir sebagai seorang Cora yang terkenal dengan kemampuan spiritual. Ini seharusnya mudah untukmu” aku masih memejamkan mata sembari mengikuti instruksi Tuan Shedir.
            Hening beberapa saat. Tapi perlahan aku merasakan sesuatu bergerak dari dalam tubuhku. Di mulai dari bagian dada lalu mengalir ke ujung jari jemariku. Dan tiba-tiba aku merasa pening.
            “Sudah merasa pening ya?” aku mendengar suara Tuan Shedir,”Buka matamu, Valerie. Cukup sampai di situ” aku pun membuka mataku. Menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan,”Bagaimana rasanya?” tanyanya lagi.
            “Sesuatu mengalir” kataku singkat, mencoba mengingat-ingat bagaimana rasanya tadi. Ia terkekeh,”Kenapa, Tuan?”
            “Kau tahu, tadi kau berhasil mengeluarkan auramu. Meski sedikit. Untuk orang biasa, percobaan yang pertama tidak akan sampai mengeluarkan aura tapi sepertinya kau memang diberkati oleh Decem” katanya, lagi-lagi terkekeh. Aku mengernyitkan dahi,”Dengan kata lain kau memiliki bakat alam untuk menjadi Spiritualist, Valerie”
            “Ahaha, Tuan Shedir bisa saja. Saya bukan apa-apa” kataku, malu.
            “Sebaiknya, kau banyak berlatih di dome-mu untuk menyempurnakan auramu setelah itu kau bisa mempelajari bagaimana menggunakan Force Concentration. Aku yakin kau bisa mempelajarinya sendiri” ia menepuk pundakku,”Bijaklah dengan apa yang kau miliki, mungkin itu bisa berguna untuk orang lain. Dan...” ia berhenti sesaat tapi masih menatapku,”dengarkan hatimu”
            Aku mengagguk pelan. Hari itu aku mendapatkan banyak pelajaran berharga dari Tuan Shedir. Dan untuk pertama kalinya aku membangkitkan apa yang selalu tersimpan di dalam diriku. Aku juga melihat makhluk dari dunia sihir, apa aku bisa berteman dengan yang seperti itu ya? Dan yang paling membuatku senang, Tuan Shedir meminjamkan buku tuanya padaku. Ia bilang aku harus belajar sendiri dari buku itu. Aku senang sekali. Tapi aku kembali memikirkan tentang jawaban Tuan Shedir akan pertanyaanku, menurutku hatimu sedang berusaha meyakinkan otakmu akan sesuatu, biasanya sesuatu yang seringkali kau pikirkan dan mengganggumu adalah sesuatu yang kau inginkan...

Next part : 

[Rising Force] The Beginning to The New World part VII


disclaimer:
CCR INC Soul and Spirit
LYTO

*berpartisipasi dalam "RF ONLINE" Competition

“RF Online Indonesia”

1 comment:

  1. bos... lanjutin dong ceritanya.. aku tunggu ni... seru... :)

    ReplyDelete