Saturday, November 17, 2012

[Rising Force] The Beginning to The New World part XI - Four POV



She is...the lovely-silver-haired-girl who deceives the world with her innocent face.

She said :
We fear what doesn't exist. People can posses hope because death is something that can't be seen.
If I don't wield the sword, I can't protect you.
If I keep wielding the sword, I can't embrace you.
I'm merely practicing saying goodbye to you.
Don't be afraid to be deceived for the world is already full of deception.
—taken from the last letter of Four's

Four, freaking out their mind and come back as a hero.
You are born for this, for the beginning of a new world. We can make it because we have Decem in our heart. In our side.

(a note from Valerie's journal)

[Four POV]

I.
Aku memilih untuk langsung kembali ke bilikku setelah pertandingan Gravity Core usai,  meski tadi Tuan Lung dan kawan-kawan mengajakku untuk ikut merayakan kemenangan tim merah. Dan kebetulan hari ini juga hari ulang tahun Nona Arabelle, jadi mereka hendak merayakannya di waktu yang bersamaan. Aku sedang ingin sendiri. Tapi seperti biasa, selalu ada orang-orang baik yang ingin menghiburku di saat-saat seperti ini. Para prajurit muda itu masih terus menyemangatiku meski pertandingan telah usai. Terima kasih untuk niat baik mereka-mereka yang masih dan tetap mau menyapaku meski mereka tahu bahwa aku bukan yang terbaik yang mereka punya. Tiba-tiba tamagochi—alat komunikasi dua arah yang hanya berfungsi untuk mengirim email—ku berbunyi. Itu email dari Valerie.
     Aku hanya ingin bilang:
    Aku rindu kau. Kau yang terhebat.
    Semangat, Four!!! <3
Rasanya mataku berkaca-kaca melihat email darinya. Ia sepertinya selalu tahu kapan aku sedang membutuhkannya. Huah, aku hampir saja menyalakan MC-ku setelah membaca email darinya tapi segera aku urungkan saat aku ingat kalau ia tidak memiliki MC yang mana hanya dimiliki oleh para penghuni Markas. Aku masih berharap kalau suatu hari ia bisa berada di tempat ini bersamaku. Hm, Valerie..
     AAARRGGHHH ERIEE!!!
     AKU JUGA RINDUUUU!!
     NB: Hari ini aku kalah bertanding dalam Gravity Core, jadi aku rasa aku bukan yang terhebat :(

            Malamnya, aku sedang membersihkan pedangku saat seseorang mengetuk pintu bilik. Dan ketika aku membukakan pintu..
            “Nald si Jalang…ada apa kau kemari?” aku bosan dengan tatapannya yang bagiku itu seperti tatapan mesum.
            “Heh!” Ia menyentil dahiku. Ouch! ,”Bocah, kau di panggil Tuan Henx”
            “Ah, aku sedang malas. Kenapa ia tidak menghubungi MC-ku saja?” aku masih mengusap-usap dahiku.
            “Harus dibicarakan langsung, karena sangat-sangat-sangat rahasia. Bahkan aku saja tidak boleh tahu~ Sial. Kenapa harus bocah sepertimu?”
            “Ya sudah…” aku hendak mengambil tas di mejaku.
            “Hei, ini ada titipan dari Nona Arabelle untukmu” aku mengambil sebuah kotak putih di tangannya—sepotong besar kue ulang tahun dan permen coklat yang biasa aku makan dengan Nona Arabelle. Aku tertawa seketika.
            “Kau sudah jadi kurir pribadiku ya? Bagus..bagus..kerja yang rajin ya” aku menepuk-nepuk pundaknya, mengejek.
            Setelah menaruh kotak itu di meja, aku segera keluar dengan Nald. Biasanya Tuan Henx membicarakan masalah tugas pribadiku di sela-sela forum dengan dewan yang lainnya, tapi kenapa sekarang Tuan Henx ingin bicara langsung empat mata denganku? Sepertinya memang sesuatu yang sangat-sangat-sangat rahasia—jika aku kutip kata-kata Nald.
            Sesampainya di ruang dewan, Tuan Henx sudah menungguku di sana. Ruangan itu terlalu besar untuk diduduki ia seorang. Derap langkahku dan Nald terdengar membahana di seluruh ruangan itu.
“Duduklah” katanya. Aku pun duduk di sebuah kursi saat Nald undur dari dari hadapan kami namun Tuan Henx malah menyuruhnya untuk tinggal dan menemaniku.
            “Jadi?” tanyaku ingin tahu akan apa yang hendak ia bicarakan.
            “Hm…apa kalian ingin aku langsung ke pokok permasalahan?”
            “Seperti biasa saja, Tuan” kataku tanpa ingin berlama-lama mendengar apa yang akan ia katakan. Nald menyikutku.
            “Aku punya sebuah informasi dari sumber terpercaya bahwa ada diantara kita semua yang telah menjadi mata-mata bangsa lain” katanya sembari mencondongkan tubuhnya ke depan.
            “Siapa yang anda maksud dengan ‘kita’?” tanya Nald, kali ini ia yang ncondongkan tubuhnya.
            “Apa ini ada hubungannya dengan kekalahan kita selama beberapa periode terakhir?” tanyaku.
            “Atau kasus tentang hilangnya persediaan Holimental yang kita punya?” tanya Nald lagi.
“Hm, mungkinkah ini tentang retaknya benteng pertahanan pada map Numerus?” kali ini aku yang bertanya. Tuan Henx tertawa karena didera begitu banyak pertanyaan dari kami berdua tanpa diberi kesempatan untuk menjawabnya satu persatu.
            “Ah…darah muda. Aku mengerti kalian begitu banyak ingin tahu, tapi tolong berikan aku waktu untuk menjawab pertanyaan kalian satu persatu” ia membenarkan letak kacamatanya yang merosot.
            “Oh maaf, Tuan” kata kami bersamaan—malu.
            “Ahaha tak apa. Aku selalu senang melihat kalian berdua” ia bersandar pada kursinya beberapa detik lamanya kemudian mencodongkan tubuhnya ke depan lagi,”Baik, pertanyaanmu bagus, Nald. Siapa yang aku maksud dengan ‘kita’? Hm, kita di sini adalah kita—orang-orang yang duduk di jajaran kursi dewan. Aku tidak ingin menuduh siapa-siapa sebelum aku menemukan bukti yang kuat untuk membawa perkara ini ke depan dewan yang lainnya. Ini semua menyangkut kesolidan di tubuh pertahanan Alliance. Aku ragu kalau-kalau ini benar terjadi, Alliance akan hancur perlahan karena faktor intern. Dan…mata-mata yang aku maksud disini adalah orang yang membocorkan strategi perang kita pada lawan. Coba kalian pikir, selain dewan dan mereka-mereka yang menggunakan Jade, siapa lagi yang bisa mengerti bahasa bangsa lain?”
            Aku sangat mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Tuan Henx. Aku sempat berpikir tentang hal ini sebelumnya; bahwa ada sesuatu yang salah dengan perang yang terjadi beberapa periode terakhir; pergerakan kami seperti sudah terbaca oleh lawan—khususnya bangsa Accretia. Aku pikir itu hanya perasaanku saja tapi sepertinya perasaan itu berubah jadi kenyataan. Ini pasti akan menjadi suatu momok yang tak terhindarkan di kalangan para dewan jika tersebar. Pasti akan timbul rasa saling tidak percaya, dan itu akan sangat berbahaya untuk kelangsungan Alliance.
            “Jadi, Tuan ingin kami menyelidiki para dewan satu per satu?” tanya Nald.
            “Sebentar, kalau Tuan menggunakan kata ‘kita’, bukankah berarti Tuan menyatakan diri sebagai salah satu kemungkinan? Begitu juga dengan kami. Kami bisa saja yang melakukan itu, tapi… kenapa Tuan mengatakan ini pada kami?” aku memicingkan mata pada Tuan Henx, mencari-cari sesuatu yang ia sembunyikan di matanya.
            “Ya, memang benar. Aku sudah bilang pada kalian tadi. Aku tidak ingin menuduh siapa-siapa. Bukankah semua kemungkinan bisa terjadi, Four? Bisa saja kan aku ini orang jahatnya? Dan…memang bisa juga kalau kalian adalah orang yang dimaksud, tapi aku rasa tidak mungkin kalian melakukan itu. Entah kenapa, aku percaya kalian” Ia tersenyum sembari mengangkat bahunya.
Ada sebersit perasaan bangga karena sudah dipercaya seorang Henx yang notabene adalah orang nomor satu di Markas Besar—seorang pemimpin hebat dari banyak batalion yang mana sangat penting untuk kelangsungan Holy Alliance. Bisa dibilang, kedudukannya sama pentingnya seperti Quine Khan—sang pemimpin bangsa. Dan rasanya juga tidak mungkin kalau Tuan Henx pelakunya, kalaupun dengan berkata seperti ini Tuan Henx sedang mencari kambing hitam, bukankah mudah untuknya mengadu domba dewan lain dengan kedudukan yang seperti sekarang ini?
            “Aku ingin kalian melakukan tugas rahasia ini. Seperti yang Nald bilang tadi, dan…aku rasa kalian cukup bisa dipercaya olehku” kata Tuan Henx sembari membenarkan lagi letak kacamatanya, tersenyum. Aku dan Nald saling melirik satu sama lain,”Bagaimana? Siapkah menjalani tugas yang satu ini?”
            “Kami siap, Tuan” kata kami bersamaan.
            “Bagus. Kalian boleh pergi sekarang”
            Kami berdua pun melangkah keluar ruangan. Tapi sebelum menyentuh daun pintu, aku berhenti lalu berbalik menatap Tuan Henx yang masih menatap kepergian kami dari kursinya.
            “Tuan Henx, ingat kata-kata saya, kalau saya menemukan orang-orang yang Tuan maksud, saya akan menghunuskan pedang saya langsung ke jantung mereka. Tidak terkecuali jika orang itu adalah anda, Tuan” kataku, dingin. Aku lihat senyum di wajahnya, kacamatanya berkilat.
            “Lakukan sesukamu, Four”

II.
            Suatu hari, aku sedang berlatih pedang dengan Hervie, kawan sejawatku di akademi. Ia salah satu siswa cemerlang selain saudara kembarnya Hervy ketika masih di akademi. Dan entah kenapa mereka berdua selalu lari jika ditunjuk untuk menjadi dewan. Mereka selalu berusaha tidak tampil terlalu menonjol ketika pemilihan dewan sedang berlangsung. Mengutip kata-kata yang selalu Hervie katakan padaku, “Belum waktunya kami ada di baris terdepan. Tunggu tanggal mainnya ya” lalu setelah berkata seperti itu ia selalu mengedipkan matanya genit padaku. Aish, aku selalu berpikir ada yang salah dengan anak yang satu itu. Aku rasa Hervie itu lebih cocok menjadi saudara kembar Nald daripada saudara kembarnya sendiri. Tingkah dan caranya bercakap-cakap itu hampir sama seperti Nald. Terlebih mereka lahir di tanggal, bulan dan tahun yang sama. Bagiku, Hervie itu seperti versi wanita dari Nald. Tapi, dibandingkan Hervie, memang Nald lebih menyebalkan. Berbeda dengan Hervy yang perangainya lebih tenang dan lebih hemat bicara dibandingkan saudara kembarnya. Dulu, Hervy memiliki rambut yang panjang, tapi semenjak masuk ke akademi, ia memotong rambutnya seperti saudara kembarnya. Alhasil, mereka seperti copy-an satu sama lain. Kalau bukan dari gesture mereka yang sangat berbeda, mungkin sampai saat ini aku masih belum bisa membedakan mana Hervie dan mana Hervy.
            Kembali ke latihan pedang, Hervie baru saja mengalahkanku tepat saat saudara kembarnya datang menyapa kami. Hervy bertepuk tangan melihat keberhasilan saudara kembarnya mengalahkanku.
            “Hebat, Hervie. Kali ini kau bisa mengalahkan pemimpin batalion muda kita” Hervie tertawa keras, tawanya itu seperti tidak menggambarkan bahwa ia adalah seorang wanita. Aku heran dengan anak yang satu itu. Mungkin otaknya benar-benar rusak. Aku harus tanya pada Nald apa yang ia lakukan pada Hervie sampai Hervie begitu mirip dengannya. Sempat aku berspekulasi kalau-kalau sebenarnya Nald adalah kembaran mereka yang terbuang, tapi itu tidak mungkin. Menyeramkan sekali kalau memang benar adanya. Cukup ada dua orang kembar Lemperouge—Hervie-Hervy—di dunia ini, tolong jangan tambah satu lagi yang seperti Hervie ke dunia. Cukup aku tahu ada seseorang dengan wajah yang mirip dengannya (bahkan sama) dan seseorang lainnya yang sama tingkahnya seperti anak itu. Itu sudah cukup memusingkan untukku.
            “Oho, Four sedang tidak beruntung, makanya ia kalah. Biasanya Four mengalahkanku karena keberuntungan sedang berpihak padanya tapi sekarang tidak” ia tertawa sembari berkacak pinggang—gayanya tepat seperti Nald. Tiba-tiba aku mendapat panggilan MC dari Nona Arabelle.
            “Four, apa kau disana?
            “Ya, Nona. Ada apa?”
           “Bisa kau datang ke menara operator? Aku butuh bantuanmu untuk menghandle para patroli udara Numerus. Aku harus pergi menemani Henx sekarang
            “Aku segera ke sana, Nona”
            “Nona Xena?” tanya Hervy. Aku menggeleng,” Nona Arabelle, tepatnya”
            “Uwoooohh, sudah lama aku tidak bertemu dengan Nona Arabelle, sepertinya ia sibuk sekali. Apa pekerjaan menjadi dewan sampai sebegitu sibuknya hingga ia jarang terlihat batang hidungnya?” wajah Hervie yang serius itu lucu sekali. Sepersekian detik terlintas wajah Valerie di benakku. Aku hanya tersenyum.
            “Mungkin menurutnya ada hal yang lebih penting daripada bertemu denganmu?” aku tertawa sembari meliriknya nakal. Ia memicingkan matanya, berpura-pura menatapku dengan tatapan antagonisnya yang jelas-jelas gagal, ia malah terlihat aneh dengan tatapan yang dibuat-buat itu.
            “Sudah, sudah…sebaiknya kau cepat, Four. Kau sedang ditunggu, Nona Arabelle bukan? Tidak baik membuat para tetua menunggu”
            “Ah ya, terima kasih, Hervy sudah mengingatkan. Kalian berdua, aku pamit dulu ya. Sampai jumpa”
            “Yooo, salamku untuk Nona Arabelle ya!!” teriak Hervy.
            “Aku juga, Four!! Katakan juga padanya kalau kau kalah olehku dalam pertandingan barusan!!!” lagi-lagi aku dengar Hervie tertawa tapi untuk yang satu ini aku acuhkan. Aku pergi meninggalkan mereka.
            Di tangga menuju ruang utama menara, aku bertemu dengan Nona Arabelle. Ia terlihat tergesa-gesa.
            “Nona?”
            “Ah, kau..akhirnya. Cepatlah, aku pikir tadi ada tanda bahaya dari sebuah pesawat di daerah Hutan Buas, aku tidak bisa melakukan kontak lebih jauh lagi karena aku sudah ditunggu oleh Henx”
            “Hendak pergi ke mana, Nona?” tanyaku sembari melihatnya menuruni beberapa anak tangga melewatiku.
           “Pertemuan penting dengan para petinggi Alliance. Ssstt, para archon dan prajurit terdahulu juga akan datang, jadi aku harus cepat”
            “Kalau begitu semangat, Nona!!” aku mengepalkan tanganku ke udara. Ia pun melakukan hal yang sama kemudian berlalu.
            Sesampainya di ruang utama, aku segera menghampiri salah satu operator yang sedang melakukan kontak dengan pesawat yang dimaksud.
            “Kemana Kepala Penanggung Jawab Menara?" tanyaku sembari menggantikannya di depan layar navigasi.
            “Nona Milkshake sedang ada pertemuan dengan Kepala Divisi yang lainnya, Nona"
            “Mana wakilnya? Dan...kenapa banyak bangku kosong di sini? Ke mana yang lain?"
            “Tuan Madun sedang menjalani tes kesehatan berkala dan staff yang lain sedang berhalangan hadir" operator muda itu menjawab pertanyaanku dengan terbata.
            “Suruh mereka menghadap padaku jika mereka sudah masuk"
            “Baik, Nona Four"
            “Hei, bagaimana kontak dengan pesawat ini?" aku menunjuk layar navigasi.
            “Tak ada jawaban, Nona. Kami sudah melakukan kontak berkali-kali. Sepertinya pilotnya sudah tewas"
            “Sudah kirim tim evakuasi ke sana? Sudah pastikan di sana tidak ada serangan?"
            “Belum, Nona. Banyak terjadi serangan dan pengejaran di banyak sektor. Malah baru saja ada yang meminta bantuan tapi kami kekurangan orang untuk dikirim" katanya sembari terbata. Aku mulai gerah dengan kinerja seperti ini.
            “Memang dari sekian ribu prajurit, tak ada yang bisa membantu? Ke mana mereka semua?! HAH?!!!" aku mulai tidak sabaran.
            “Kami sudah mengirimkan sinyal SOS serta koordinatnya tapi tak ada yang menjawab panggilan"
            “AAARRRGGGGHHH!!!" aku mengacak-acak rambutku. Si operator muda itu semakin menundukkan kepalanya sedangkan yang lain mematung melihatku mulai menggila.
            “M-ma-aff, N-nona"
            “Aduh..tidak apa. Aku tidak marah padamu. Siapa namamu?" tanyaku tiba-tiba sambil melirik nama dadanya,"Reina. Maafkan aku ya, Reina. Aku kesal pada para prajurit tak berguna itu. Kau bisa kembali bekerja sekarang"
            “B-b-aik, Nona" ia segera undur diri dari hadapanku. Aku segera menghubungi Hervie. Setidaknya ialah orang pertama yang terlintas di kepalaku.
            “Hervie, di mana kau sekarang?"
            “Aku sedang berada di Terminal Kartella, ada siswa akademi yang butuh bantuan. Kenapa?"
            “Hervy bersamamu?"
            “Tidak. Terakhir aku lihat ia pergi dengan Sky"
            “Baik. Terima kasih, Hervie" aku segera menghubungi keduanya secara bersamaan. Ini namanya multicall—biasa dilakukan untuk panggilan grup.
            “Sky, Hervy,  di mana kalian?"
            “Kami sedang berada di Outcast bersama Mrs.Xena. Ada penyerangan terhadap siswa akademi yang sedang melakukan quest. Ada apa Four?" jawab Hervy.
            “Aku baru saja mau minta tolong kalian untuk melakukan evakuasi terhadap awak pesawat yang jatuh di daerah Hutan Buas. Tak ada jawaban dari pesawat itu. Aku hanya ingin memastikan apa yang terjadi di sana"
            “Setelah urusan yang satu ini, kami akan bergerak ke sana"
            “Aku akan kirimkan koordinatnya"
            “Roger, Nona Four" lalu panggilan terputus. Aku sudah bisa sedikit tenang meski awak pesawat itu masih jadi pikiranku. Aku bersandar ke sandaran bangku. Harus ada evaluasi kinerja prajurit siaga. Mungkin ini salah satu faktor yang membuat Alliance kalah di medan perang beberapa periode terakhir.
            Setelah aku menghandle menara hingga Nona Milkshake kembali, akhirnya aku punya waktu luang lagi untuk bermain-main. Aku berpapasan dengan Nald di jalan menuju dorm prajurit dengan tangan yang berlumuran dengan darah.
            "Jalang, ada apa dengan tanganmu? Kau tertembak?" aku langsung meraih tangannya. Dia merintih kesakitan,"Ups! Mana lukanya?"
            "Lukanya di hatiku, Four" katanya sembari menyentuh dadanya dengan gaya ala drama seperti biasa. Sepersekian detik aku menatap matanya lalu meninju perutnya. Kali ini ia benar-benar mengaduh.
            "Four, bisakah kau tidak menyakitiku lebih dari ini? Kau tahu, hatiku terluka" lagi-lagi ia seperti itu namun kali ini sambil memegangi perutnya.
            "Nald, jika kau masih bertingkah seperti itu, aku akan merontokkan semua gigimu. Sekarang juga" aku menatapnya dingin. Tawanya meledak. Bahkan ia sampai jatuh terduduk menertawaiku sembari mengaduh tentunya.
            "Heh, kau tidak malu dilihat orang lewat? Dasar tidak tahu malu!!" aku menjawir telinganya agar ia kembali berdiri, setengah gemas setengah kesal. Ia mengaduh.
            "Ahaha, habis kau lucu sekali, Bocah Bodoh!!"
            "Lupakan. Sekarang aku tanya, darah apa itu? Apa yang terjadi?" aku melihat Nald melirik kedua tangannya, lalu ada senyum tipis di wajahnya,"Kenapa?" tanyaku makin penasaran.
            "Tidak. Ini hanya darah dari luka tembakan launcher"
           "APA? KAU TERTEMBAK? KENAPA KAU MASIH HIDUP?" tanyaku kaget. Kepalaku dipukul olehnya.
            "Bodoh. Aku bilang dari luka tembakan launcher bukan aku yang tertembak. Sepertinya kau begitu ingin aku mati, Bocah~~" ia memukul kepalaku.
            "Siapa yang tertembak? Orang itu masih hidup?"
            "Sepertinya itu tembakan meleset namun sedikit mengenai tangan kanannya"
            "Sembah Decem, orang itu dilindungi tangan tak terlihatNya. Beruntung ia tidak mati. Siapa orang itu?"
            "Iya, anak bodoh itu seorang siswa akademi. Beruntung ia mendapatkan kesempatan kedua diantara banyak kemungkinan mati"
            "Hm, bukankah kita juga seperti itu Nald? Medan perang selalu seperti itu kan?" aku  menyikutnya, "Mungkin sebentar lagi anak itu akan bergabung dengan kita"
            "Masih siswa tahun pertama. Di sisa setahun akademi, masih banyak kemungkinan mati untuknya. Jangan terlalu banyak berharap. Bisa hidup sampai detik ini saja ia sudah beruntung"
            "Jahat sekali kata-katamu. Di mana ia sekarang? Di rumah sakit utama?" tanyaku. Nald mengangguk. Aku langsung berlalu.
            "Kau mau ke rumah sakit? Mau apa kau ke sana?"
            "Menjenguknya. Kenapa?"
            "Sebaiknya jangan. Ia sedang menjalani penanganan serius dari dokter. Lebih baik kau urus saja pekerjaanmu. Anak itu sudah ada di tangan yang tepat. Lagipula ia hanya siswa akademi biasa, tak ada sesuatu yang menarik darinya. Bisa lolos dari serangan launcher kan bukan sesuatu yang istimewa" katanya sambil berlalu.
            Aku terdiam sejenak di sana sambil melihat Nald berlalu. Mungkin memang ada benarnya Nald. Tapi aku kurang setuju dengan kalimat terakhirnya. Bisa lolos dari serangan launcher itu bukan hal biasa dan butuh lebih dari sekedar keberuntungan, apalagi untuk seorang siswa akademi. Ada hal lain yang membuatnya terlihat berbeda; tekad yang besar untuk terus bertahan hidup, mungkin itu yang membuatnya istimewa terlebih karena masih hidup sampai detik ini. Dan entah kenapa rasanya aku ingin menjenguk anak itu. Ingin sekali.


disclaimer:
CCR INC Soul and Spirit
LYTO
Animonster - untuk potongan surat Four pada Valerie

*berpartisipasi dalam "RF ONLINE" Competition
“RF Online Indonesia”

No comments:

Post a Comment