III.
Sebulan
menuju pelantikan para prajurit junior, seisi akademi sudah riuh membicarakan
hasil akhir mereka. Menerka-nerka siapa yang lulus, siapa yang harus mengulang
dan siapa yang harus dikeluarkan. Banyak juga spekulasi tentang siapa yang
nantinya memiliki perkembangan yang pesat dan meneruskan jejakku, Hervie-Hervy
dan para prajurit muda lainnya.
Dan
suatu hari, aku mendapat surat penugasan untuk menggantikan Archie yang dalam
rangka pelantikan itu menjabat sebagai pembina salah satu kelas senior di
akademi. Aku sebenarnya senang jika disuruh mengajar dan berinteraksi dengan
para siswa itu. Rasanya seperti berkomunikasi dengan teman-teman seusiaku meski
nyatanya banyak dari mereka yang berusia lebih tua dariku, tapi aku tak pernah
mempermasalahkan usia untuk jadi halangan dalam berteman dan berbagi
pengalaman. Dan yang paling sulit ialah berbagi dengan mereka yang merasa usia
adalah segala-galanya, baik dalam ilmu dan pengalaman hidup. Ini selalu menjadi
masalah untukku yang notabene adalah seorang dewan termuda saat ini. Tidak
sedikit prajurit senior yang kurang suka denganku. Mereka seringkali menilai
aku masih terlalu labil untuk memimpin suatu pasukan batalion. Dan yang membuat
sulit adalah mereka yang tidak bersedia melakukan instruksi dariku lalu
melakukan semuanya berdasarkan kehendak sendiri namun pada akhirnya
membahayakan diri mereka pula. Ujung-ujungnya, aku yang menghandle akibat dari
kecerobohan mereka.
Kali
ini, orang-orang seperti itu ada di antara para siswa akademi itu. Aku tengah
memberikan instruksi pada mereka tentang tes terakhir sebelum pelantikan saat
beberapa di antara mereka berdiri lalu pergi dari barisan begitu saja.
"Hei,
kalian yang di sana, mau ke mana kalian? Aku sedang menjelaskan. Tidak bisakah
kalian menghargai seseorang yang berada di depan kalian?" tanyaku sembari
melipat tangan. Mereka tertawa lalu seseorang di antara mereka berbicara
sembari menghampiriku.
"Oho,
Nona Muda kita...aku takut padamu." Katanya sembari mencemoohku,”Tanya
atasanmu, apa ada yang lebih pantas untuk menjadi Pembina kami selain dirimu.
Aku tidak suka ada anak kecil yang sok tua dan sok hebat menyuruh-nyuruhku
begitu saja”
“Aku
menyesal kalau aku harus bilang hanya ada aku untukmu, Tuan” kataku sembari
tersenyum sinis padanya.
“Bah,
aku rasa Markas punya banyak orang hebat di sini. Kenapa Markas tidak berlaku
profesional dengan menugaskan bocah sepertimu untuk hal-hal riskan seperti ini?
Mereka pikir ujian ini main-main? Nyawa yang nantinya dipertaruhkan di medan
perang…kalau masalah seperti ini saja diserahkan pada bocah labil sepertimu,
mau jadi apa Alliance, hah?!” orang itu dengan congkaknya berbicara. Aku pikir
orang-orang seperti ini yang malah bisa menghancurkan Alliance dari dalam.
“Hm,
maaf. Apa Tuan sudah selesai bicaranya?” tanyaku berusaha bicara dengan nada
yang sesopan mungkin. Ia dengan cepat menarik pedangnya dan mengarahkannya
tepat didepan wajahku. Siswa lain terperanjat namun beberapa di antara mereka
yang sejenis dengan lelaki di depanku ini malah tertawa.
“Kau…anak
muda congkak. Apa Ayah Ibumu mengajarkanmu sopan santun? Baru jadi dewan saja
kepalamu sudah besar sekali. Jangan hanya bicara, tunjukkan padaku kalau kau memang
sebesar kepalamu itu, hah!” katanya. Siswa lain makin terkejut dengan sikap
orang itu. Mungkin mereka sedang berharap kalau kejadian saat ini adalah suatu
lelucon—tapi sayang apa yang mereka harapkan tidak bisa jadi kenyataan.
“Tuan,
anda bisa terkena sanksi karena berlaku seperti itu pada Nona Four” kata
seseorang. Dan siswa yang lainnya mengiyakan anak itu.
“Alaaahhh,
diam kalian semuaaa!!! Apa karena bocah ini seorang dewan, kalian jadi takut
padanya??? Kalian hanya dibutakan wajahnya yang polos!!!” lelaki itu
mengacung-acungkan pedangnya ke udara. Aku kurang suka dengan kelakuannya. Ia
memperlakukan pedangnya seperti sebuah alat. Ia bisa saja melukai siswa lain
saat ini dengan mengayun-ayunkan pedang seenaknya seperti itu. Itu sebuah
pedang, bukan mainan.
“Hajar
saja, Lucas!! Hajar!!!” dari barisan paling belakang di mana teman-teman dari
lelaki itu berada mereka mulai riuh. Membuat keadaan semakin panas.
“Nona
Four Larryneth, dewan termuda kita, aku tantang kau untuk bertarung denganku.
Satu lawan satu”
“Tuan
sebaiknya berpikir lagi dengan apa yang Tuan katakan. Salah-salah itu malah
berbalik menjadi senjata makan tuan bagimu” kata seorang siswa lagi.
“Lucas,
hentikan perbuatan bodohmu ini. Kita semua di sini bukan untuk adu kehebatan
tapi untuk berjuang bersama. Hentikan, Lucas” seseorang dari barisan belakang
bangkit dari duduknya. Lelaki berkacamata yang baru pertama kali aku lihat.
“Diam kau,
Jin!! Tahu apa kau tentang berjuang bersama?!” lagi-lagi ia mengayunkan
pedangnya seenaknya. Siswa lain mulai ketakutan dengan tingkahnya yang sedikit
radikal itu dan mulai menggeser posisi duduk mereka lebih mundur ke belakang.
“Tenang
semuanya. Aku akan menerima tantangannya dengan senang hati” kataku kepada
semua siswa yang ada disitu, tersenyum, termasuk pada lelaki berkacamata yang
baru saja angkat bicara,” Anggap saja ini pemanasan untuk ujian kalian, bukan
begitu Tuan Lucas?” aku memiringkan kepalaku, tersenyum padanya.
“Kalau
aku menang, aku sendiri yang akan mengoyak armormu itu dan detik ini juga kau
harus mengundurkan diri dari dewan lalu angkat kaki dari Markas.”
“Hanya
itu? Baik, aku terima” kataku.
“Tuan
Lucas harus keluar dari Markas kalau Nona Four yang menang!!!” kata seorang
siswa lalu riuh siswa lainnya menyambut untuk mengiyakan.
“Baik.
Aku akan menerimanya”
“Ah
ya, satu lagi. Kau harus sujud minta maaf pada teman-teman didepanmu ini karena
kau sudah membuang waktu mereka dengan bertindak kekanakan seperti ini”
“Apapun
itu, tak usah banyak bicara kau!! Bocah sampaaaahhhhh!!!!” laki-laki itu
mengayunkan pedangnya.
“NONA
FOOUURR!!!!”Next part:
[Rising Force] The Beginning to The New World part XIII
disclaimer:
CCR INC Soul and Spirit
LYTO
*berpartisipasi dalam "RF ONLINE" Competition “RF Online Indonesia”
No comments:
Post a Comment