IV.
Hari itu
aku hendak menjenguk Ayah. Aku sudah lama tidak menemuinya. Tadinya aku hendak
mengajak kedua adikku tapi aku urungkan karena tahu mereka paling malas untuk
pergi menemui Ayah. Mungkin itu sebuah ungkapan rasa kesal mereka pada Ayah
karena semasa hidupnya Ayah terlalu memikirkan pekerjaannya di Biro Penelitian.
Ayahku adalah salah seorang peneliti lapangan di sana. Ayah sering sekali pergi
ke tempat-tempat yang jauh. Bahkan karena penelitiannya tentang keefisiensian
tower, ia pernah pergi ke medan perang untuk meng-upgrade semua tower yang ada,
tentu saja dengan bantuan para Artist
dan teman-teman satu timnnya. Ayah di mataku adalah orang yang hebat, sama
hebatnya dengan para pejuang Cora, tapi mungkin ia belum cukup hebat
menjalankan tugasnya menjadi seorang Ayah. Mungkin itu satu hal yang aku sesali
tentang Ayah.
Bicara
tentang Biro Penelitian, Ibu selalu menyuruhku untuk mengikuti training di
sana. Ibu ingin aku bisa seperti Ayah. Mungkin untuk aku yang seperti
ini—kurang suka dengan peperangan—Biro Penelitian memang cocok untukku. Apalagi
aku memang senang membaca sedari kecil. Aku juga sering melakukan
percobaan-percobaan sederhana yang berakhir pada kemarahan Ibu ketika aku masih
kecil. Tapi entah kenapa, aku merasa Biro Penelitian bukan tempatku. Kalau ada
pilihan untuk menjadi seorang petualang, aku akan memilih pilihan itu saja
daripada hanya berkubang di dalam Laboratorium dan berkutat dengan banyak
catatan ilmiah. Itu racun untukku.
Sejauh ini
bekerja part-time menjadi seorang pemburu untuk Biro Penelitian cukup
menyenangkan. Aku masih punya banyak waktu luang untuk bermain di Padang Spire
atau hanya untuk membaca di Anta de Notre. Tapi melakukan hal yang seperti ini
saja sering membuatku bosan. Aku ingin belajar membunuh monster-monster yang
lebih besar dan lebih kuat. Sampai saat ini batas monster terkuat dalam list-ku
adalah Grumble. Aku tahu ini masih bukan apa-apa, tapi setidaknya aku belajar
berburu sendiri. Bagiku itu merupakan sebuah prestasi yang patut untuk
dibanggakan.
Mari kita
kembali kepada pembicaraan tentang Ayah. Saat ini—dan seterusnya—Ayah tinggal
di semenanjung Spire, tidak jauh dari desaku. Ayah sebenarnya wafat di medan
perang ketika sedang menyebarkan potion-potion adrenaline yang sudah diperbaiki
dosisnya untuk para pejuang tapi saat itu Ayah kurang beruntung karena ia tertembak
oleh seorang Hidden Soldier. Ya, Ayahku gugur di medan perang—sebagai seorang
pahlawan. Tapi Ibu tidak mau memakamkan Ayah di makam para pahlawan yang gugur
di medan perang karena Ayah sudah memesan tempat di antara para penduduk desa
yang lainnya.
Di
perjalanan menuju semenanjung, aku tak lupa membeli makanan kesukaan Ayah;
telur Ratmoth. Bagi kebanyakan orang itu adalah makanan yang menjijikan tapi
Ayahku sangat suka dengan yang satu itu. Aku membeli beberapa butir di pasar
tapi telur yang aku inginkan sudah dipesan oleh orang lain. Aku kecewa
tiba-tiba...
“Bibi, aku
hendak mengambil pesanan telurnya” kata seorang wanita dari belakangku. Aku
segera menoleh ke arah suara. Sepertinya itu orang yang sudah memesan semua
telur Ratmoth.
“Four?! Itu
kau?” aku berusaha mengenali wanita itu lebih teliti dengan armornya. Wanita
itu melirikku lalu senyumnya terkembang.
“Ya Tuhan,
Valerie!! Akhirnya aku bertemu denganmu. Aku rinduuuu!!!” ia tanpa pikir
panjang segera memelukku. Four Larryneth, satu lagi sahabat kecilku yang baru
kembali dari Markas. Dalam waktu sekitar seminggu saja aku sudah bertemu dua
orang pejuang Cora. Aku bersyukur mereka kembali dalam keadaan yang utuh dan
masih dengan senyum yang berseri.
“Apa
kabarmu, Erie? Tiga tahun sudah aku melewatkannya tanpamu. Huuuaaahhh, aku
senang bisa bertemu denganmu!!” Ia kembali memelukku. Aku tertawa mendengarnya.
“Hei..hei..pejuang
Cora tidak pantas berlaku seperti ini. Nanti aura pejuangmu hilang, Four”
kataku sembari melepaskan pelukkan.
“Ah, masa
bodoh. Di Markas mungkin aku seorang pejuang, di desaku aku seorang warga
sipil. Aku rindu sahabatku!! Titik” ia mencubit pipiku kali ini. Aku mengaduh
tapi sepertinya ia menikmati hal itu,”Apa kau sudah memutuskan akan meneruskan
ke mana?” tanyanya dengan wajah yang ingin tahu. Aku memutar bola mataku.
“Sebenarnya,
belum. Heheh” aku hanya bisa tersenyum lebar lalu melihat wajahnya seperti
dilipat kali ini. Ia mencibir.
“Padahal
aku berharap kau akan mengambil keputusan yang sama denganku. Aku ingin bisa
berjuang bersama sahabatku. Aku ingin melakukan banyak hal di Markas dan pergi
ke tempat-tempat yang jauh itu bersamamu, Erieeee~” ia bergelayut di tanganku.
Ia benar-benar tidak terlihat seperti seorang pejuang Cora. Benar-benar tidak
cocok dengan armor marunnya yang terlihat gagah itu.
“Hei,
setelah ini kau akan pergi ke mana?” aku mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Kau mau
pergi jalan-jalan denganku?” wajahnya terlihat sangat senang.
“Hm...sebenarnya
aku mau tapi..” kali ini raut wajahnya kembali menunjukkan kekecewaan,”...aku
harus pergi ke makam Ayah. Kau mau menemaniku dulu?” tawarku.
“Sebuah
keistimewaan untukku, Nona! Four Larryneth akan menemanimu ke mana pun kau
pergi” ia memberikan hormat padaku. Aku tertawa melihatnya. Anak yang satu ini
ekspresif sekali. Aku pikir kehidupan di Markas dan medan perang bisa
mengubahnya, ternyata aku salah. Ia masih sama seperti yang aku kenal, dan akan
selalu seperti itu sepertinya.
“Tapi
sebelumnya, bolehkah aku meminta beberapa butir telurmu untuk aku taruh di
makam Ayah?” tanyaku ragu, tidak enak padanya.
“Ambil
sebanyak yang kau mau, Erie” katanya padaku.
Tak butuh
waktu yang lama untuk sampai ke makam. Beberapa menit kemudian aku sudah
bersimpuh di depan makam Ayah bersama Four, menaruh dua butir telur di sebuah
mangkuk yang aku letakkan di dekat nisannya. Aku tertegun sesaat melihat nisan
Ayah.
“Four...apa
yang terlintas di kepalamu saat kau memutuskan untuk menjadi seorang pejuang
Cora?” tanyaku tiba-tiba.
“Hanya
satu, yaitu keyakinanku akan keberadaanku untuk melindungi semua orang yang aku
sayangi. Decem percaya bahwa aku bisa membantunya melindungi Cora”
“Hanya
itu?” tanyaku ragu, ia mengangguk. Kali ini aku melihat raut wajahnya lebih
lembut, aku melihatnya seperti sedang memikirkan sesuatu sembari tersenyum.
“Kau tahu,
awalnya ini bukan keinginanku, tapi setelah aku mengambil keputusan dan
menjalaninya...aku bersyukur waktu itu aku mengambil keputusan yang tepat.
Ternyata menjadi seorang prajurit tidak melulu tentang perang atau membunuh.
Ini tentang bagaimana kau berjuang merebut apa yang seharusnya menjadi milikmu
dan melindungi semua hal berharga yang kau punya. Setidaknya itu hal yang aku
rasakan setelah aku tinggal di sana”
“Tapi...apa
tidak ada cara lain yang lebih manusiawi? Aku tidak pernah ingin melukai
siapapun”
“Hm,
Valerie sayang, aku juga dulu sama sepertimu. Tapi dunia sudah seperti ini
adanya, begitupun tabiat manusia yang tinggal di dalamnya. Yang menang, yang
berkuasa. Kalau kau masih ingin hidup, kau harus berjuang mempertahankan
hidupmu, karena di luaran sana selalu ada yang ingin merenggutnya darimu.Dan
sangat mustahil bagi kita semua untuk menghindarinya; peperangan yang kita
benci itu...ia akan selalu ada selama perbedaan tidak bisa ditolerir semua
bangsa” Four melingkarkan tangannya di leherku,”Kau bisa lihat contohnya di
depan matamu, salah satu orang yang kehidupannya direnggut paksa. Kau harus
bisa hidup lebih lama darinya dan menjaga orang-orang yang kau sayangi dengan
tanganmu sendiri” tiba-tiba saja aku merasakan suatu semangat yang
meletup-letup setelah mendengar kalimat terakhir Four.
“Hm...”aku
menghela napas,”...jadi memang harga mati ya?”
“Sedari
kita dilahirkan pun kita tidak memiliki pilihan untuk tidak dilahirkan. Semua
bagian dari hidupmu adalah harga mati, Erie” Four mengacak-acak rambutku.
Sepersekian detik aku merasa Four jadi lebih dewasa dari sebelumnya. Mungkinkah
ini hasil tempaan medan perang?
“Terima
kasih untuk semuanya, Four” aku merangkulnya lalu menepuk pundaknya.
“Aku tidak
akan memaksamu untuk memilih jalan yang sama denganku, tapi lakukan yang
terbaik yang bisa kau lakukan selagi kau masih memiliki semuanya. Jangan sampai
kau menyesal setelah kau kehilangan” katanya lagi. Kali ini ia tersenyum lebar.
“Ya...aku
akan ingat kata-katamu”
Aku
tidak pernah menyadari bahwa pembicaraanku dengan Four sore itu akan menentukan
akhir dari kehidupanku nantinya.Next part :
[Rising Force] The Beginning to The New World part IV
disclaimer:
CCR INC Soul and Spirit
LYTO
*berpartisipasi dalam "RF ONLINE" Competition
“RF Online Indonesia”
No comments:
Post a Comment