VII.
Selang
beberapa hari setelah kepergian Ice, Four pun berpamitan padaku. Masa
liburannya sudah habis, yang belakangan aku tahu bahwa dalam setahun prajurit
hanya boleh pulang sekali dengan lama waktu sebulan. Four baru memutuskan untuk
pulang di tahun keempatnya dan Ice baru pulang di tahun keenamnya. Mereka
berdua sama anehnya. Apa mereka tidak rindu rumah? Tapi...mungkinkah aku
seperti itu jika aku menjadi seorang prajurit?
Suatu pagi,
aku mendapati sebuah pesawat kertas di dekat jendelaku. Aku menengok ke arah
luar, tidak ada siapa-siapa. Aku buka kertas itu. Alangkah herannya aku membaca
kertas di tanganku; sebuah form pendaftaran akademi Markas. Siapa orang yang
sengaja menerbangkannya ke kamarku? Four? Ice? Aku rasa tidak mungkin mereka
berdua. Tapi siapa? Hm...Neo? Ah, anak itu lagi, pasti ia masih menjalani
training di Markas.
Untuk
beberapa malam kemudian, aku masih saja sibuk memikirkan siapa yang
menerbangkan form itu ke kamarku. Dan apa tujuannya? Apa jangan-jangan ia
mengetahui sesuatu yang aku ketahui? Apa orang itu memiliki bagian lain dari
jurnal Dr.Dohyeon? Ah, aku kesal. Lagi-lagi banyak pertanyaan yang menjejali
kepalaku. Dan sialnya, form ini makin menggoyahkan hatiku untuk tetap
berprofesi sebagai pemburu part-time—pekerjaan ini memang terdengar aneh
sekali. Bahkan kalau diingat-ingat, beberapa minggu ke belakang setelah aku
bertemu dengan dua orang prajurit yang sedang liburan itu, semua tentang Biro
Penelitian hilang dari kepalaku. Aku benci ini tapi sepertinya...ah.
Aku datang
ke Anta de Notre dengan perasaan yang berat. Aku ingin menceritakan semua
masalahku pada Tuan Shedir. Beliau kan sudah tua, pasti punya banyak
pengalaman, mungkin saja ia bisa membantuku. Tapi belum aku mengutarakan apa
yang sedang aku rasakan, beliau sudah bertanya padaku,”Kenapa kau belakangan
ini Valerie? Apa kau sakit? Atau....apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?”
aku langsung lemas, tapi untunglah jadi aku tidak perlu meminta waktunya lebih
dulu hanya untuk mendengar ceritaku.
“Apa yang
anda pikir jika sesuatu sering sekali menghantui anda? Dan jika anda mencoba
memikirkan hal yang lain tapi anda tetap saja kembali pada pemikiran awal
anda?”
“Kau sedang
jatuh cinta?” tanyanya sembari terkekeh. Aku merajuk, “Ah Tuan, saya serius~”
“Menurutku
hatimu sedang berusaha meyakinkan otakmu akan sesuatu. Biasanya sesuatu yang
seringkali kau pikirkan dan mengganggumu adalah sesuatu yang kau inginkan tapi
ketika kau mencoba melupakannya itu adalah sebentuk rasa ketidakmampuanmu
terhadap hal itu. Entah karena ada penghalang dari dalam atau luar dirimu. Dan
jika pikiran itu selalu kembali tandanya kau benar-benar menginginkan hal itu”
katanya sembari melirikku lalu mengedipkan matanya,”Coba dengarkan kata hatimu,
Valerie. Karena di dunia ini, hanya hati nurani yang tak pernah membohongi diri
kita” ia pun berlalu ke dalam ruangannya. Bahkan aku belum sempat membuat pembelaan
akan kalimat awalku tapi lagi-lagi aku merasa apa yang ia katakan tak ada yang
salah.
“Valerie,
kemarilah!” ia memanggilku untuk masuk ke dalam ruangannya. Aku masuk dengan
langkah yang gontai, kakiku lemas.
“Aku
sebenarnya sering menemukanmu dalam keadaan seperti ini—tidak tahu apa yang
benar-benar kau inginkan, hanya saja kau selalu diam, jadi aku membiarkanmu
melakukan apa yang kau mau. Tapi sekarang aku ingin mengajarkan sesuatu padamu,
sesuatu yang bisa membantumu di lain kesempatan. Ini adalah skill untuk
meningkatkan daya konsentrasi dan fokusmu. Karena dengan fokus, kau bisa tahu
apa yang harus kau lakukan” ia menunjuk sebuah buku dengan bahasa Cora kuno
yang terdapat gambar posisi tubuh yang harus dilakukan. Aku bisa membaca buku
itu karena aku pernah mempelajarinya secara otodidak selama aku bekerja di
sini.
“Oh,
sebentar Tuan, ini...bukankah skill yang dipelajari para Caster?” ia melirikku.
Heran.
“Dari mana
kau tahu?” tanyanya, aku menunjuk tulisan yang berisi tentang data skill. Ia
menatapku beberapa waktu,”Kau bisa membaca bahasa Cora kuno?” aku mengangguk.
Ada yang salah? –pikirku.
“Saya
belajar tentang tulisan ini selama bekerja di sini, Tuan. Apa saya salah
mengartikannya?” tanyaku. Ia menggeleng, membelai dagunya yang dipenuhi janggut
keputihan sembari menatapku penuh rasa ingin tahu.
“Kau bisa
membaca bagian yang ini?”
“Caster adalah kumpulan pertama yang meneliti
lebih jauh tentang kemampuan Force Cora. Mereka dianggap Spiritualist asli.
Namun karena peperangan, mereka menjadi agresif. Mereka menjadi Spiritualist
petarung dan menggunakan Force dengan agresif” aku membacakannya untuk Tuan
Shedir. Aku diam sejenak menunggu tanggapan darinya, takut aku melakukan
kesalahan. Ia melirikku lalu mengangguk.
“Sekarang
bacalah lalu pahami apa yang tertulis di dalamnya”
“Tapi,
Tuan, apakah seorang warga sipil diperbolehkan untuk melakukan ini? Apa tidak
ilegal mempelajari Force skill para pejuang dan menggunakannya di luar Markas
untuk kepentingan pribadi?”
“Siapa yang
menyuruhmu menggunakannya hanya untuk kepentingan pribadi? Siapapun yang kau
jadikan sasaran bisa merasakan efek
Force ini. Dan pada dasarnya semua Force yang kau pelajari di Markas berfungsi
sebagai alat pertahananmu. Jadi sebenarnya, bisa saja warga sipil mempelajari
apa yang para siswa akademi pelajari, hanya saja kebanyakan dari mereka
berpikir Force tidak berguna untuk kehidupan rakyat biasa” ia mengusap janggut
putihnya sembari berjalan menuju rak buku besar di seberang mejanya. Ia menarik
sebuah buku yang belakangan diketahui adalah sebuah tuas, rak besar itu pun
bergeser sehingga memperlihatkan ruangan dibaliknya. Aku melihat banyak senjata
di sana, dan semuanya bersinar. Aku mendekati Tuan Shedir perlahan sambil masih
berdecak kagum tanpa bisa mengeluarkan sepatah katapun—bahkan aku tidak
berkedip.
“Sisa-sisa
kejayaan masa lampau” ia melirikku sembari terkekeh. Hampir semua senjatanya
mempunyai enam titik.
“Tuan
Shedir, saya tak pernah tau bahwa anda seorang pejuang. Anda...keren sekali,
Tuan” lagi-lagi aku mendengarnya terkekeh.
“Ohoho,
mantan pejuang tepatnya, Valerie”
“Tidak.
Anda mungkin dulu seorang prajurit, tapi jiwa pejuang seorang prajurit akan
selalu hidup di hatimu, Tuan” aku tersenyum padanya, ia menatapku lekat lalu
terkekeh.
“Kau...selalu
mengingatkanku akan seseorang dari masa lalu. Seorang sahabat seperjuangan di
Markas”
“Siapakah
orang itu?”
“Hm...namanya
Corsesca Covenant. Anak itu sungguh mencerminkan jiwa anak muda yang
berapi-api; idealis, energik dan haus akan ilmu. Ia selalu ingin tahu dan
bertanya banyak hal akan sesuatu, sama sepertimu. Darinya, aku mengenal dunia
selain dunia nyata yang mana untuk bisa masuk ke sana butuh sebuah buku sebagai
gerbangnya. Dan...anak itu lebih dari sekedar seorang prajurit di mataku”
matanya mulai berkaca-kaca tapi masih menerawang jauh entah ke mana,”Ah, maaf
maaf...aku jadi terlalu emosional seperti ini” ia menertawakan dirinya sembari
melangkah menuju sebuah tongkat. Ia berbalik lalu melemparkannya padaku. Aku
menangkapnya dengan perasaan was-was takut benda itu jatuh dan aku tidak bisa
menggantinya. Kadang Tuan Shedir bertindak sembarangan pada bendanya.
“Kau selalu
bisa menggunakan Force yang bersifat support tanpa menggunakan tongkat,
perhatikan” aku memperhatikannya dengan seksama. Ia mengatur napasnya lalu
mengayunkan tangannya seakan ia sedang memegang tongkat lalu cahaya berwarna
ungu terlihat di sekitar tubuhnya dan tiba-tiba saja dari lantai kayu muncul
sesosok makhluk asing. Makhluk itu melayang-layang di udara. Makhluk itu tidak
memiliki kaki yang utuh—entahlah, apa yang seperti itu bisa aku katakan kaki
atau bukan. Parasnya cantik, tapi ia selalu menunduk terlalu dalam sehingga
tutup kepalanya selalu menutupi sebagian wajahnya. Jubahnya panjang hampir
menutupi seluruh tubuh. Makhluk itu lucu sekali.
“Perkenalkan,
ia sahabatku, Alice namanya. Alice, ini Valerie, sahabatku” aku melihat makhluk
itu mundur ke belakang Tuan Shedir. Ia merasa malu, lucu sekali.
“Hei, kau
tak usah takut padaku, Alice. Aku Valerie...salam kenal, Alice” kataku padanya.
Ia hanya mengangguk kecil, aku mendengar ia mengeluarkan suara tapi pelan
sekali. Tiba-tiba ia mengeluarkan cahaya kehijauan dan di waktu yang bersamaan
aku merasa tubuhku lebih baik dari sebelumnya. Apa ia baru saja melakukan Force
padaku?
“Hahaha,
itu salam perkenalannya untukmu. Alice adalah Animus dari golongan Inana. Inana
adalah satu-satunya Animus dengan kemampuan Holy Force. Di jaman dulu, para
pendahulu Cora yang tidak terlalu setuju akan War of Colour—kemenangan yang
diusung lewat dunia kegelapan—mengadakan perjanjian dengan Inana, namun saat
ini Inana bisa di summon oleh semua kalangan Summoner”
“Alice,
sekarang waktunya kau kembali. Terima kasih” kata Tuan Shedir pada Animusnya
itu. Alice pun mengagguk lalu menghilang lagi ke dalam lantai. Aku masih takjub
dengan yang tadi,”Nah, sekarang giliran kau yang mencobanya. Untuk sementara,
gunakan dulu tongkat sebagai pemancing kekuatan Force-mu” katanya. Tapi aku
mengangkat alis. Aku merasa bodoh dengan sebuah tongkat di tanganku. Aku bahkan
tidak mengerti bagaimana menggunakannya. Four belum mengajariku tentang
bagaimana menggunakan senjata ini.
“Ohoho, aku
lupa kalau kau masih belum memiliki dasar untuk membangkitkan kekuatan
Force-mu. Maaf, maaf...” ia lagi-lagi terkekeh lalu mengambil tongkat dari
tanganku,”Kalau begitu, kau belajar membangkitkan kekuatanmu dulu. Hal yang
terpenting bagi seorang Spiritualist adalah pikiran yang jernih. Jika kau sudah
bisa melakukannya, dengan sendirinya kau bisa menggunakan Force Concentration
milik Caster, Force itu berfungsi untuk meningkatkan jumlah serangan Force.
Dalam peperangan, kau bisa menggunakannya pada kawan sebangsamu” katanya
sembari duduk bersila di tengah-tengah ruangan,”Kemari, ikuti aku”
Aku pun
duduk di sampingnya lalu ikut bersila.
Ia menarik napas panjang, memejamkan mata dan diam untuk beberapa saat. Aku pun
menirunya.
“Tenangkan
dirimu, atur setiap aliran darah yang melewati nadimu, kendalikan mereka,
kendalikan detak jantungmu. Kuasai setiap jengkal tubuhmu. Rasakan tubuhmu,
rasakan semua bagian darinya. Bangkitkan seluruh kekuatan yang tersimpan di
setiap jengkal tubuhmu. Rasakan kekuatan itu keluar dari pori-pori tubuhmu dan
mulai menaungimu dengan cahaya-cahaya kemilaunya. Kau terlahir sebagai seorang
Cora yang terkenal dengan kemampuan spiritual. Ini seharusnya mudah untukmu”
aku masih memejamkan mata sembari mengikuti instruksi Tuan Shedir.
Hening
beberapa saat. Tapi perlahan aku merasakan sesuatu bergerak dari dalam tubuhku.
Di mulai dari bagian dada lalu mengalir ke ujung jari jemariku. Dan tiba-tiba
aku merasa pening.
“Sudah
merasa pening ya?” aku mendengar suara Tuan Shedir,”Buka matamu, Valerie. Cukup
sampai di situ” aku pun membuka mataku. Menarik napas dalam-dalam lalu
menghembuskannya perlahan,”Bagaimana rasanya?” tanyanya lagi.
“Sesuatu
mengalir” kataku singkat, mencoba mengingat-ingat bagaimana rasanya tadi. Ia
terkekeh,”Kenapa, Tuan?”
“Kau tahu,
tadi kau berhasil mengeluarkan auramu. Meski sedikit. Untuk orang biasa,
percobaan yang pertama tidak akan sampai mengeluarkan aura tapi sepertinya kau
memang diberkati oleh Decem” katanya, lagi-lagi terkekeh. Aku mengernyitkan
dahi,”Dengan kata lain kau memiliki bakat alam untuk menjadi Spiritualist,
Valerie”
“Ahaha,
Tuan Shedir bisa saja. Saya bukan apa-apa” kataku, malu.
“Sebaiknya,
kau banyak berlatih di dome-mu untuk menyempurnakan auramu setelah itu kau bisa
mempelajari bagaimana menggunakan Force Concentration. Aku yakin kau bisa
mempelajarinya sendiri” ia menepuk pundakku,”Bijaklah dengan apa yang kau
miliki, mungkin itu bisa berguna untuk orang lain. Dan...” ia berhenti sesaat
tapi masih menatapku,”dengarkan hatimu”
Aku
mengagguk pelan. Hari itu aku mendapatkan banyak pelajaran berharga dari Tuan
Shedir. Dan untuk pertama kalinya aku membangkitkan apa yang selalu tersimpan di
dalam diriku. Aku juga melihat makhluk dari dunia sihir, apa aku bisa berteman
dengan yang seperti itu ya? Dan yang paling membuatku senang, Tuan Shedir
meminjamkan buku tuanya padaku. Ia bilang aku harus belajar sendiri dari buku
itu. Aku senang sekali. Tapi aku kembali memikirkan tentang jawaban Tuan Shedir
akan pertanyaanku, menurutku hatimu
sedang berusaha meyakinkan otakmu akan sesuatu, biasanya sesuatu yang
seringkali kau pikirkan dan mengganggumu adalah sesuatu yang kau inginkan...
Next part :
[Rising Force] The Beginning to The New World part VII
disclaimer:
CCR INC Soul and Spirit
LYTO
*berpartisipasi dalam "RF ONLINE" Competition
“RF Online Indonesia”
Next part :
[Rising Force] The Beginning to The New World part VII
disclaimer:
CCR INC Soul and Spirit
LYTO
*berpartisipasi dalam "RF ONLINE" Competition
bos... lanjutin dong ceritanya.. aku tunggu ni... seru... :)
ReplyDelete