Mereka menamakannya Kinta Aina’ Estel, yang berarti empat
harapan suci yang datang dari Decem, Tuhan mereka. Tapi setelah beranjak dewasa,
ia hanya ingin dipanggil Four dan menyisipkan nama nenek buyut dari Ibunya yang
seorang Larryneth sebagai nama belakangnya.
Klan Larryneth dikenal sebagai klan prajurit yang memiliki
loyalitas tinggi terhadap Decem. Hampir di setiap masanya terdapat seorang
Larryneth di jajaran kursi Dewan Utama Alliance. Namun kini, karena kondisi
Alliance yang kian terpuruk karena perang saudara yang terjadi di daerah
kekuasaan Alliance, klan Larryneth semakin berkurang dan mulai meredup
kejayaannya. Sedangkan klan Estel termasuk ke dalam klan spiritualist penjaga
kuil Decem. Kebanyakan dari mereka bergabung ke dalam Majelis Suci Alliance. Beberapa
dari mereka maju ke medan perang dan menjadi seorang Caster—seorang
spiritualist yang menggunakan forcenya dengan lebih agresif.
Dalam sistem pemerintahan, spiritualist mempunyai kasta yang
lebih tinggi dibandingkan prajurit sedangkan prajurit memiliki kasta yang lebih
tinggi dari pekerja. Mereka yang terlahir dengan kemampuan dark force alami
otomatis berada dalam kasta tertinggi. Jika seseorang sudah masuk dalam kasta
tertentu, maka seluruh member dalam kasta tersebut adalah keluarganya. Dan
pernikahan pribadi dalam sistem ini tidak diperkenankan karena bisa menyebabkan
konflik antara keluarga dan kasta. Inilah yang menjelaskan kenapa kedua
orangtua Four berasal dari klan yang berbeda kasta namun tetap bisa menikah,
bahwasanya sejak lahir Ibu Four memiliki kekuatan dark force alami sehingga
masuk ke dalam kasta yang sama dengan klan Estel—asal keluarga Ayah Four.
Four tahu kedua orangtuanya dianugerahi berkat yang lebih
oleh Decem, sedangkan anugerah itu tidak ada padanya. Lantas alih-alih patah
hati, ia percaya bahwa darah seorang Larryneth mengalir dalam dirinya. Itulah
yang membuatnya memilih untuk menyematkan nama Larryneth di belakang namanya.
Ia tidak pernah bermimpi untuk menjadi seorang Matriach—pemimpin wanita untuk
batalyon Cora—tapi nyatanya darah keturunan Dain—ibu dari Giz Kadasha, pahlawan
Cora—mengalir dalam dirinya. Hati itu tergerak untuk maju ke medan perang
karena ada darah seorang prajurit sejati mengalir dalam dirinya. Mungkin banyak
yang mengolok-ngolok kastanya tapi pada saat itulah Decem menunjukkan jalanNya
pada Four bahwa ia ditakdirkan untuk meneruskan jejak Dain yang berhasil
menjadi seorang Matriach di usia belasan tahun. Four akhirnya dilantik menjadi
seorang Matriach di usianya yang masih tujuh belas tahun. Ia bahkan jadi
perwira tinggi termuda saat itu. Semenjak itu, dimulailah petualangannya yang
baru.
Four tumbuh menjadi anak yang ceria dan rendah hati. Namun
di waktu yang bersamaan ia mampu bertindak sebagaimana seorang Matriach.
Memiliki banyak teman hampir di setiap penjuru Markas Besar Alliance. Siapa
yang tidak menengali seorang Four? Four senang berteman terlebih dengan siswa
tahun pertama. Ia sendiri punya kerpecayaan yang sama dengan Giz Kadasha bahwa
kasta itu tidak perlu ada untuk bisa menjalankan pemerintahan yang ada. Ia
percaya Decem mengasihi semua umatnya dengan kasih yang sama. Tak berkasta.
Semuanya rata tanpa ada pembeda. Makanya ia senang berteman dengan siapapun
itu.
Dan sampailah kita pada saat ini, di mana untuk pertama
kalinya aku dan teman-teman seangkatanku di akademi harus merasakan ditinggal
banyak pengajar kami yang pergi ke medan perang. Tak banyak teori yang bisa
kami pelajari, tapi kami harus belajar mandiri. Karena ketika bicara soal
perang, bisa jadi para pengajar kami tak akan kembali, setidaknya tidak dengan
nyawa atau anggota tubuh yang utuh lagi. Kalau beruntung, bisa kembali selamat
tanpa cacat. Tapi bukan itu yang ingin aku ceritakan. Ini semua soal Four. Four
adalah sahabatku sedari kecil. Ia tak pantas mati—setidaknya belum, sebelum aku
bisa menjejakkan kaki di tanah yang sama dengannya. Aku ingin bisa berjuang
bersama dengannya di sana. Membela apa yang kami percaya, membela takdir bangsa
kami bersama. Karena Decem menciptakan kami hanya untuk berada dalam naunganNya,
bukan Bellato ataupun Accretia. Jadi, kalaupun harus mati, aku ingin mati
bersama dengannya di sana. Di sebuah pertempuran untuk membela Decem, Sang
Pencipta Semesta.
Perang tiga bangsa itu tak pernah makan waktu sehari.
Kecuali semua bangsa yang ada terlalu lemah untuk membela diri. Dan aku tidak
tahu apa yang sedang Four lakukan di sana. Aku hanya bisa berharap kalau ia akan
baik-baik saja dan kembali dengan selamat, tanpa cacat.
Rasanya ingin mengirimkan sebaris tanya, “Bagaimana
keadaanmu? Baik-baik saja? Semoga Decem
menjagamu di sana.”
Lantas aku urungkan niatku.
Beberapa hari kami—para siswa tahun pertama—lewati bersama
tanpa para pengajar di sisi kami. Kami tidak sedih. Hanya banyak menaruh rasa
khawatir di benak kami masing-masing. Bertanya-tanya, mungkinkah keluarga kami
selamat di sana?
Siang itu aku mendapati kabar kalau para pasukan akan
kembali secara berangsur-angsur. Aku menemukan bahwa aula utama di mana
terdapat gerbang teleport dipenuhi para siswa dan kerabat yang menunggu para
prajurit pulang ke haribaannya.
Aku mencarinya di
antara kerumunan. Sesekali aku bertanya pada mereka yang baru datang dan selalu gelengan yang mereka berikan. Aku
mencoba menelusuri setiap wajah yang baru saja tiba di gerbang teleport. Aku
sudah melihat Nona Arabelle serta dewan lainnya kembali. Tapi ke mana Four?
Seseorang datang menepuk pundakku.
“Menunggu seseorang?” tanya laki-laki itu. Ia laki-laki yang
sempat menyelamatkanku waktu aku hampir dibunuh para Accretia ketika sedang
berburu. Aku mengangguk pelan.
“Seorang sahabat.” Kataku.
“Semoga Decem melindunginya.” lantas ia pergi sembari menepuk pundakku.
Aku masih duduk di tempatku ini sambil mengawasi para
pasukan yang baru saja datang. Aku percaya kalau Four selamat. Mungkin ia
datang terlambat. Tapi semakin larut, semakin aku tak menemukannya. Lantas
terdengar suara dari intercom yang berasal dari Pusat Pengawasan.
“Perhatian kepada seluruh Kesatuan Alliance. Daftar para
korban beserta statusnya sudah dirilis dan bisa dilihat di setiap Wall of Fame
masing-masing Kesatuan. Terima kasih.”
Aku segera berlari ke arah Wall of Fame terdekat di Aula
Utama. Aku mencari namanya. Ketemu!
Four A.E. Larryneth. STATUS : Missing in Action.
Aku tidak bisa menahan ini lebih lama lagi. Aku menangis.
“Sahabatmu tak kembali?” seseorang di balik punggungku
bertanya. Aku menoleh. Laki-laki tadi.
“Ah, tak usah kau jawab. Aku tahu jawabannya. Aku turut
berduka atas kehilanganmu.” Katanya. Ia lantas menatap Wall of Fame dengan
tatapan nanarnya.
“Sahabatku juga tak kembali. Kita bernasib sama ya.” Senyumnya
getir. Ia menghela nafas lantas berbicara lagi,”Padahal anak itu sudah aku
anggap adikku sendiri. Four...Four...bodohnya kau bisa hilang begini. Padahal
kau sudah berjanji untuk kembali.”
Aku langsung melempar pandanganku pada orang itu. Siapa?
Four?
Aku menghapus air mataku yang kian deras. Mencoba menegarkan
diri tapi rasanya percuma. Aku tak sampai hati berada di sini. Aku pergi
meninggalkan kerumunan. Laki-laki itu menepuk pundakku sebelum aku benar-benar
meninggalkannya di sana.
“Tenang. Decem akan menjaganya untuk kita. Sahabat-sahabat
kita sudah tenang berada di sisiNya. Mereka sudah sampai pada akhir perjalanan
mereka. Mereka tenang karena pergi dengan Decem di hati mereka.”
“Iya. Decem menjaga sesiapa yang percaya dengan kuasaNya.”
“Semoga Decem menjagamu.” Katanya.
“Kau juga. Semoga Decem selalu ada disisimu.”
UNSUNG HERO
When we’re cooped up
too much with our daily routines
We trap ourselves in our own world
Oblivious to the lives outside our own
Until someone or something hits your barricade
And make you see the world around you
Then you realize .. There’s so much beyond your own little world Out there you’ll see hunger, pain and suffering
PEOPLE HURT EACH OTHER , KILL AND GET KILLED
Bloodshed in the so-called holy war
Where no one knows what started it
WHY AND WHAT FOR ..
On days when a person can be more than one character
You cant tell who is the real hero
For as far as the history streched
NO HERO CALL THEMSELVES ‘HERO’
In the world where nobody believes in the truth
There’s still one true ‘truth’
The truth of hope , peace and freedom
That never fail beyond the end of days
Never let wars destroy your faith
Long as you believe in hope , peace and freedom
Then all of those will exist in this world
And the hero will be .. You
We trap ourselves in our own world
Oblivious to the lives outside our own
Until someone or something hits your barricade
And make you see the world around you
Then you realize .. There’s so much beyond your own little world Out there you’ll see hunger, pain and suffering
PEOPLE HURT EACH OTHER , KILL AND GET KILLED
Bloodshed in the so-called holy war
Where no one knows what started it
WHY AND WHAT FOR ..
On days when a person can be more than one character
You cant tell who is the real hero
For as far as the history streched
NO HERO CALL THEMSELVES ‘HERO’
In the world where nobody believes in the truth
There’s still one true ‘truth’
The truth of hope , peace and freedom
That never fail beyond the end of days
Never let wars destroy your faith
Long as you believe in hope , peace and freedom
Then all of those will exist in this world
And the hero will be .. You
Untuk Four,
Kau mungkin tidak terlahir menjadi seorang Estel. Tapi
lihat, aku selalu percaya kalau darah seorang Dain mengalir dalam dirimu.
Banggalah menjadi seorang Larryneth, yang maju sampai garis terdepan untuk
membela bangsa dan kepercayaanmu pada Decem. Meskipun kau tidak akan pernah
tahu apa yang akan terjadi sampai hal-hal itu terjadi padamu. Seperti saat ini.
Tapi aku masih memiliki harapan kau masih hidup di sisi lain Novus. Entah di
mana. Aku masih menunggumu. Entah sampai kapan.
—Valerina Foliery
Inspired Song by
Thomas Bergersen (Feat. Merethe Soltvedt)
- The Hero In Your Heart
Requested by
Fathur Rachman Widhiantoko
Unsung Hero – by Velisha
No comments:
Post a Comment