Pada sebuah akhir tahun yang hanya menghitung detik dari
saat ini, saat di mana kita dipertemukan entah untuk terakhir atau pertama
kalinya.
Aku melihatmu di antara keramaian yang riuh, di antara lalu
lalang yang begitu cepat. Waktu di sekitarku tiba-tiba melambat. Tak ada lagi
keriuhan terdengar di telingaku. Tak ada lagi lalu lalang padat di depanku.
Hanya kamu. Seseorang yang sedang menatap ratusan lampion yang sedang
dinyalakan di tangan para manusia malam yang ikut serta merayakan detik-detik berakhirnya
satu lagi revolusi bumi yang kesekian. Aku bahkan tak peduli jika nyatanya kamu
duduk di sebuah kursi roda. Yang aku tahu, matamu sama cemerlangnya dengan
langit malam ini. Kamu terlihat seperti yang paling bersinar di antara yang
lainnya. Mungkin Langit sedang menjelma menjadi dirimu. Mungkin Langit hendak
merayakan keberhasilan Bumi berevolusi dengan para manusia, makanya ia menjelma
menjadi kamu karena ingin ikut bersuka cita.
Tawa manusia lain buncah di sana sini, menyisakan kehampaan
padaku yang sendiri. Tapi hanya dengan melihatmu, duniaku tak sama lagi dengan
sedetik yang lalu. Rasanya lebih berwarna. Mungkin pupilku mengecil karena melihat
cahaya yang datang darimu.
Aku berlari ke arahmu, membawakan sebuah lampion putih
untukmu.
“Ini. Kamu belum dapat kan?” aku mengulurkan sebuah lampion
ke depanmu. Kamu ternyum.
“Terima kasih.” Katamu. Rasanya jantungku berhenti. Lihat,
matamu indah. Mungkin cahaya Sirius[1]
terperangkap di dalam sana.
“Mau coba menghidupkannya sendiri?” tanyaku lagi sembari
menjulurkan sebuah korek api.
“Boleh. Terimakasih lagi.” Kamu mengambil korek api itu dari
tanganku. Lengkap dengan senyuman yang tersungging di wajahmu.
Kamu mengambil sebuah pena dari kantung jaketmu. Menuliskan
sesuatu di lampionmu yang sudah kamu sulut apinya. Aku memperhatikannya. Ada
bahagia tersirat di wajahmu.
“Kamu mau tulis juga?” katanya tiba-tiba.
“E..b-boleh” aku menerima pena itu darimu, “Hm....ngomong-ngomong,
apa ya yang aku harus tulis?” aku merasa sedikit bodoh dengan pertanyaan itu.
Kamu terkikik.
“Apa saja. Cita-cita. Permohonan. Barangkali Tuhan
membacanya lantas mengabulkannya.”
“Baiklah.” Aku menuliskan sesuatu di sana. Lalu aku
mengembalikan pena itu padamu lantas berterimakasih. Berterimakasih atas
kehadiranmu malam itu lebih tepatnya.
Hening di antara kita berdua untuk sesaat. Tiba-tiba aku
merasa aku harus lebih memilih diam dan menatapmu saja dari sini. Tanpa perlu
kata-kata untuk diamini.
“Langit malam ini bagus ya. Sedang cerah.” Kamu menatap
langit. Tapi aku lebih memilih menatapmu. Entah sampai kapan.
“Iya. Cemerlang seperti kamu.” Lantas aku sadar aku
kelepasan.
“Apa?”
“Maksudku langitnya terang, banyak bintang” aku cepat-cepat
berkilah. Kamu tersenyum lagi.
“Kalau harus mati hari ini, rasanya aku lebih memilih untuk
ditelan langit saja.”
Aku sudah mati
daritadi. Jantungku rasanya berhenti. Kamu di depanku, dan kamu tidak tahu
kalau kamu cantik sekali, kataku dalam hati.
“Mungkin kalau kamu mati kamu akan jadi sebuah bintang”
“Mana ada bintang yang tak bisa berjalan. Bagaimana ia
berevolusi nantinya?” perempuan di depanku ini mulai terlihat melayu.
“Siapa bilang? Kamu tahu kalau matahari itu bintang? Ia
pusat revolusi Bumi. Ia berdiri tegak di pusat tata surya. Di kelilingi
planet-planet yang jatuh cinta karena gravitasinya.” Seperti aku yang jatuh cinta karena gravitasimu.
“Terimakasih atas kata-katanya.” Ia mendongak ke atas,
menatap langit lagi. “Dari dulu, aku ingin bisa berlari. Ingin bisa lihat
bintang-bintang lebih jauh lagi. Mungkin dari ujung bintang Polaris[2]
sampai rasi Crux[3]. Pasti
menyenangkan bisa menikmati langit seluas itu sambil berlari.”
“Mari kita hitung mundur menuju awal tahun yang baru.
Sepuluh...sembilan...” seorang MC di depan sana mulai menginstruksikan untuk
berhitung mundur bersama dengan sumringahnya.
“Hei, ayo bersiap menerbangkan lampionnya.” Kamu membuyarkan
fokusku pada ceritamu.
“Lima...empat...tiga...dua...satu...” terdengar suara mereka
yang ikut perayaan tahun baru ini ikut berhitung mundur. Perempuan di depanku
ini juga ikut berhitung sambil menatap lampion putih di tangannya yang masih ia
pegang. Cahaya lampion di antara kita ini makin memperjelas senyummu yang manis
itu.
Tiba-tiba terdengar suara ledakan kembang api di langit.
Cahaya warna warni, percikannya seperti berkelip lantas hilang ditelan gelap
malam. Pupil matamu membesar. Aku melihat indahnya percikan warna warni kembang
api itu di sana. Aku seperti ditelan gravitasi yang sungguh hebat dari sebuah supernova[4],
rasanya gravitasi ini hendak mencabik-cabik seluruh tubuhku. Kelenjar adrenal[5]ku
seperti ikut berpesta pora dengan manusia-manusia Bumi ini. Sekresi hormon
adrenalin[6]nya
makin menggila. Rima jantung dan aliran darahku makin tak teratur. Tapi tak
apa, aku rela jika aku tertarik kepadamu. Aku rela jatuh pada gravitasimu. Aku
rela ditelan bintang paling terang semacam kamu. Iya, aku rela.
Percikan api warna warni mewarnai langit malam ini. Tahun
sudah berganti. Revolusi Bumi tepat dimulai lagi dari detik ini. Dan aku di
sini, masih terpaku padamu yang begitu indah. Aku bisa lihat pipimu memerah.
Mungkin karena saking bahagianya.
Hening lagi-lagi ada di antara kita. Tapi tak apa, aku lebih
memilih terpana padamu tanpa kata. Aku tak peduli lagi seberapa indah langit
malam ini dengan percikan cahaya kembang apinya. Yang jelas aku di sini, masih
terpana.
Kalau aku harus mati, aku ingin ditelan Langit. Aku ingin
jadi bagian darimu, jadi serpihan yang akan berevolusi dengan kamu sebagai
pusatnya.
Dan entah pertemuan ini ada untuk jadi yang pertama atau
sekaligus jadi yang terakhir kalinya untuk kita. Tapi aku bahagia, aku bisa
bertemu dengan bintang paling terang
yang dipunya Langit untukku. Mungkin Langit sedang menjelma menjadi dirimu. Selamat
datang Tahun Baru. Aku jatuh cinta pada perempuan di depanku. Iya, aku jatuh
cinta padamu. Semoga perasaanku diamini waktu.
Inspired Song by
Coldplay - A Sky Full of Stars
Requested by
Annisa Auditya
[1] adalah bintang paling terang di
langit malam, dengan magnitudo tampak−1.47. Bintang ini terletak di rasi Canis Major dan merupakan sistem bintang ganda dengan komponen primer bintang deret utama kelas A dan komponen
sekunder sebuah katai putih.
[2] (kadang disebut juga sebagai Bintang Utara atau Bintang
Kutub) adalah bintang paling terang di rasi Ursa Minor. Bintang ini terletak sangat dekat dengan kutub langit utara.
[3] yang umumnya dikenal sebagai Salib Selatan. dua bintang pada rasi
Crux ini (Alfa dan Gamma, yang disebut Acrux dan Gacrux) seringkali
dipakai untuk menentukan kutub selatan.
[4] ledakan dari suatu bintang di galaksi yang memancarkan energi lebih banyak dari nova.
Peristiwa supernova ini menandai berakhirnya riwayat suatu bintang. Bintang
yang mengalami supernova akan tampak sangat cemerlang dan bahkan
kecemerlangannya bisa mencapai ratusan juta kali cahaya bintang tersebut
semula, beberapa minggu atau bulan sebelum suatu bintang mengalami supernova
bintang tersebut akan melepaskan energi setara dengan energi matahari yang
dilepaskan matahari seumur hidupnya. Setelah inti bintang yang sudah tua
berhenti menghasilkan energi, maka bintang tersebut akan mengalami keruntuhan
gravitasi, secara tiba-tiba menjadi lubang hitam atau bintang neutron,
dan melepaskan energi potensial gravitasi yang memanaskan dan menghancurkan
lapisan terluar bintang.
[5] Kelenjar ini bertanggung jawab pada respon stress pada sintesis kortikosteroid dan katekolamin, termasuk kortisol dan hormon adrenalin.
[6] hormon yang memicu reaksi terhadap
tekanan dan kecepatan gerak tubuh. Reaksi yang kita sering rasakan adalah frekuensi detak jantung meningkat, keringat dingin dan keterkejutan.
No comments:
Post a Comment