Malam ini datangnya seperti terlalu tiba-tiba. Karena ia
membawa segala ingatan tentangmu kembali lagi ke dalam kepala. Rupanya malam
tak hendak memejamkan mataku. Tidak saat ini. Ia memberikanku sebuah fragmen waktu
di kepalaku yang tak bisa aku ulang lagi. Tak bisa dikembalikan lagi.
Sudah lama aku tidak memaksakan diriku untuk melupakanmu.
Sudah lama pula aku tidak membuka kapsul waktumu. Sudah lama aku tak marah pada
diriku sendiri karena hal itu. Mungkin karena aku tahu, rindu-rindu akan
meradang nanti atau mungkin patah hati terasa lagi kalau aku melakukan hal itu
untuk kesekian kali.
Aku menyalakan lampu kamarku. Pandanganku jatuh pada kotak
hadiah yang tak (sempat) ingin aku buang dan segala hal tentangmu di sudut
sana. Mungkin aku akan patah hati lagi dengan semua kenangan itu tergeletak di
sana, tapi tak apa, aku sudah bisa menerima. Lantas aku jadi benar-benar rindu
padamu saat ini. Seisi kamarku mulai merindukan kehadiranmu pula di sini. Aku
pernah memaksakan diriku untuk mencari lantas melupakanmu, tapi aku tak pandai
untuk itu. Kau tahu betul aku penggeretak yang payah. Semua hal yang kita lalui
itu masih terasa baru kemarin terjadi. Kehadiranmu masih terasa, karena semua
kenanganmu masih tertinggal di setiap jengkal kamarku. Setiap bagiannya
dibekukan waktu di sini.
Aku menyusuri waktu yang terlewat serta mimpi-mimpi yang
kita tanggalkan di sudut mejaku. Lagi-lagi waktu bersamamu jadi sedimen ingatan
di sana. Ada sebuah lembaran waktu yang membekukan senyummu. Senyum itu senyum
yang sama dengan yang aku ingat. Terlalu banyak waktu yang aku lewatkan di sini
sehingga senyummu ini diselimuti debu. Beberapa surat cinta di masa muda yang
aku lupa kalau mereka pernah ada. Mereka semua saksi mati kita pernah bersama.
Ah, kau meninggalkan terlalu banyak bukti keberadaanmu di sini. Mungkin karena
kita sama-sama pernah jatuh cinta lantas patah hati, dan waktu ingin
mendewasakanku dengan ini; dengan penerimaan yang lebih besar daripada hanya
sekedar menerima dan jatuh cinta, melainkan merelakan yang pernah ada untuk tak
dimiliki selamanya. Penerimaan mana lagi yang lebih besar dari itu sakit
hatinya?
Malam tak juga hendak memejamkan mataku. Ia membiarkan aku
patah hati lantas merindu seperti seisi kamarku yang rindu akan kehadiranmu di
sini.
Kapan kau akan kembali? Masih banyak kenanganmu yang belum
kau bawa pergi. Masih banyak waktu yang terlewatkan belum dibenahi. Tapi kini
aku tak apa. Hanya mengingatkan kalau semua tentangmu masih tertinggal di
setiap jengkal kamarku, di setiap bagian ingatanku. Entah sampai kapan.
Inspired Song by
Shinee – In My Room
Requested by
Anisa Yulianti Roesminto
No comments:
Post a Comment