Friday, August 23, 2013

Jangan Ceritakan Lagi Tentang Ayah

Jangan ceritakan lagi tentang Ayah.

Aku sudah cukup  muak mendengarnya. Lagi-lagi sendu, lagi-lagi rindu. Hatiku bisa membusuk kalau isinya cuma rindu dan sendu. Aku ingin sekali-sekali merasakan tawa lagi tanpa yang lalu-lalu diingat-ingat lagi. Aku ingin ikhlas untuk hidup tanpa ada lagi hitung-hitungan dengan Tuhan tentang kehilangan. Aku memang merasa kehilangan. Tapi Ayah bukan milikku. Ayah hanya satu dari berjuta titipan Tuhan padaku.

Ibu mungkin wanita yang kuat. Tapi tidak sekuat ketika ditinggal Ayah.

Aku lihat Ibu menangis.

Seumur hidup, aku jarang melihat Ibu menangis. Tapi yang kali ini saja, yang buat Ibu terlihat bak Juliet yang ditinggal Romeonya. Seperti Bella yang kehilangan Edward-nya. Macam roman picisan yang aku tonton di depan mata. Aku tidak pernah suka cerita cinta macam itu.

Tapi aku belajar sesuatu yang baru tentang cinta ; Mereka mencintai dalam diam, cemburu dalam diam.

Aku tak pernah lihat Ayah Ibu saling memuji satu sama lain. Tak pernah semanis seperti yang di film-film roman yang aku tonton. Apalagi Ayah seperti itu, tak pernah bisa serius. Ada saja lelucon darinya. Dan aku tumbuh dengan lingkungan cinta yang seperti itu. Tanpa pujian. Aku sempat bertanya-tanya kenapa Ayah Ibu tak pernah mengatakan hal-hal semacam "Aku sayang kamu" sekalipun pada anak-anaknya di suatu kesempatan. Tak aja juga lontaran perasaan bangga. Hingga aku ragu mana yang harus aku hargai dan mana yang tidak.

Setelah Ayah pergi, Ibu baru banyak cerita tentang Ayah. Sesempurna apa Ayah di mata Ibu. Aku tahu, Ibu sangat menyayangi Ayah. Bahkan sampai Ayah meregang nyawa dengan sakitnya pun Ibu tetap disisinya. Aku rasa, cinta macam itu yang bisa disebut sejati. Sampai Ibu bilang, Ibu tidak ingin bertemu sesiapa lagi selain Ayah di surga-Nya. Ibu ingin bertemu Ayah di sana.
Dan belakangan pun aku tahu, Ayah sering cemburu pada Ibu.

Aku tidak pernah berpikir untuk mencari lelaki macam Ayah sebelumnya. Tapi aku baru sadar, kalau lelaki yang aku sukai akan memiliki jejak-jejak Ayah di dirinya. Dan akan selalu begitu. Karena sedari dulu, aku hanya terpaku pada satu lelaki, yaitu Ayah.


Sekarang, hanya ada aku, Ibu dan dua orang adik perempuan di rumah. Tanpa Ayah.

Ada banyak hal datang setelah kepergian Ayah. Aku yakin Ayah tahu apa yang kami alami setelah Ayah pergi. Ada yang mengolok kami, ada yang tiba-tiba baik pada kami. Tapi ah, persetan tentang itu semua. Yang penting kami masih bisa hidup dengan uang halal, sisa jerih payah Ayah selama ini. Ibu pun mati-matian banting tulang untuk aku dan adik-adik. Iya, kami tahu...Ayah mewarisi seorang malaikat penolong untuk kami. Wanita itu yang sekarang mati-matian menghidupi dan membela kami saat ada yang mencoba mengganggu kami.

Tangan tak terlihat Tuhan pun turut serta di dalamnya. Aku merasa semakin terlindungi. Apa Ayah titipkan kami pada Tuhan sebelum Ayah pergi? Mungkin. Tolong sampaikan saja rasa terima kasihku pada-Nya, karena sudah menjadikanmu seorang ayah bagiku dan Ibu sebagai wanita yang aku panggil 'Ibu' untukku. Dan tolong sampaikan juga pada Tuhan, aku sudah mengikhlaskan semuanya. Dari sakit hati, luka-luka, tawa hingga suka cita yang ada. Itu sebagian bahagiaku dariNya. Apapun itu. Karena aku yakin, Tuhan ingin mendewasakanku untuk menjadi seorang wanita yang kuat seperti Ibu, bahkan lebih baik darinya lewat keadaan yang seringkali kami persalahkan.

Sudah. Jangan ceritakan lagi tentang Ayah.

Kepergian Ayah memang bukan akhir dari hidupku, hidup kami. Ini awal yang baru untukku. Nanti aku akan tumbuh jadi wanita yang tak lagi merajuk. Aku akan jadi wanita yang bisa mandiri tanpa Ayah. Iya, hidupku akan membaik seiring dengan mendewasanya aku oleh waktu.

Tapi asal Ayah tahu, semuanya tidak akan lagi sama. Baik aku, Ayah atau lingkungan di sekitar kita.

Iya, aku cukupkan.
Jangan ceritakan lagi aku tentang Ayah, atau nanti ada lagi sendu dan rindu-rindu lainnya dariku untuk Ayah.
Jangan ceritakan lagi aku tentang Ayah, atau nanti hatiku yang membusuk karena membiarkan lagi Ayah hidup, dipikiranku.
Jangan ceritakan lagi aku tentang Ayah, atau nanti aku makin rindu. Aku ingin bertemu.



Insan Kamalia R.
Terima kasih karena sudah menyisipkan namamu di akhir namaku. Biar aku bawa, sampai nanti, sampai mati.

No comments:

Post a Comment