Tuesday, August 27, 2013

Teduh dan Terik

Hari ini hari pertamanya masuk kuliah setelah sekian lama ia menikmati banyak waktu-waktu sendiri di dalam kamar. Hari ini hari pertamanya bertemu dengan teman-teman lagi serta junior yang tahun ajaran ini baru menyandang status sebagai 'Mahasiswa Baru'. Tapi bukan masalah itu yang hendak aku ceritakan tentangnya.

Ini tentang bagaimana ia mencuri dengar tentang kebahagiaan kecil yang akan ia dapatkan hari itu dan konsep kesederhanaan dalam bahagia itu sendiri.

Siang tadi.
Terik. Berangin. Semua campur satu. Antara panas dan teduh beradu, minta lebih unggul terhadap satu sama lain. Ia menunggu sahabatnya di depan sepetak tanah parkiran yang lebih mirip hutan karena banyak terdapat pohon pinus di sana. Orang-orang memanggilnya 'Parkiran Hutan'.

Hari itu memang panas. Tapi anginnya menyejukkan. Senangnya bisa menghirup udara setenang itu. Lalu.....wush~
Anginnya menerpa dedaunan pinus yang mulai bergemerisik. Orang biasa mungkin akan mendengarnya sebagai terpaan angin semata, tapi tidak dengan wanita itu. Ia mendengarkan sesuatu di sana, seperti bersenandung. Bukan sendu, hanya hal lain yang menenangkan, mungkinkah rindu? Ah, jangan bicara rindu sekarang.

"Kamu dengar itu?" tanyanya pada sahabatnya yang sedang susah payah mengeluarkan motornya dari parkiran yang jalannya berundak karena ada akar pinus di sana-sini.

"Apa?" sahabatnya mematikan motor, mencoba lebih awas akan pendengarannya,"Suara angin?"

"Bukan. Lebih dari itu. Aku dengar nyanyiannya bahkan" ia memejamkan mata barang sesaat. Mungkin sedang merasa-rasa akan sesuatu.

Aku pernah merasa seteduh ini. Dulu, waktu aku mengagumi seseorang.
'Kapan?
Dulu, sudah lama.
'Hm, bahagia sederhana kan?'
Mungkin...

"Temani aku dulu beli file holder. Lalu aku antar kamu pulang" kata sahabatnya mengusik tanya-jawabnya dengan diri sendiri.

"Tentu" ia naik ke jok belakang.

Tapi selalu ada saat di mana kita tidak bisa menentukan apa-apa saja yang harus kita lihat, rasa dan sesali.
Sepasang mata dari arah arus berlawanan menatap tepat pada matanya. Mata yang tak asing lagi untuknya. Mata yang dulu ia perhatikan dari jauh dalam jarak. Mata yang berdiam di balik kacamata bening yang memperlihatkan tatapannya yang masih sama.

Sepersekian detik ia sadar lalu buang muka begitu saja.

 Aha, mungkin hari sudah menjawabnya dengan lantang pertanyaan dirinya tadi.

'Bahagia sederhana kan?'

Aku tahu, saat itu juga ia ingin berteriak,"Ya"

Desauan tadi pertanda rupanya. Ia yang sudah membawa rindu-rindu yang terlupakan atas perasaan kagum yang pernah ada.

"Kamu lihat orang itu?" tanyanya setengah histeris pada sahabatnya,

"Siapa?"

Ia hendak mengatakan siapa. Tapi urung. Ah, sudahlah. Ia ingin menikmati bahagianya yang singkat itu dengan cara yang sederhana; merasa-rasa. Bahkan dulu, lelaki dengan tatapan itu pernah ada dalam hidupnya. Memberi sedikit teduh di harinya yang terik. Mungkin masih hingga kini. Tak ada yang tahu, kecuali dirinya.

Tapi saat mereka berdua berlalu, aku lihat wanita itu masih terpaku. Tersenyum. Mungkin sedang mengamini, bahwa bahagia itu sederhana. Tatatapan mata yang bertemu. Ya, bahagianya sesederhana itu.



Insan Kamalia R

No comments:

Post a Comment