Monday, September 30, 2013

Sebuah Pelajaran dari Beberapa Baris Tanya Jawab

Hari ini memang sama dengan hari yang lainnya. Hari Senin pula, yang katanya banyak 'sial'-nya. Tapi tidak menurut saya. Lantas apa yang beda?

Jadi, tadi pagi saat menunggu pergantian mata kuliah di sebuah koridor sembari mengecharge laptop. Saya yang sibuk dengan laptop saya dikejutkan oleh sebuah tangan yang tiba-tiba saja terulur ke depan laptop saya. Mata saya segera menangkap sosok lelaki dengan senyum lebarnya yang berbehel serta berwajah sedikit oriental.

"Nama gue, Bibi" katanya. Saya melirik tangannya setengah kaget setengah takut dengan kedatangan yang tiba-tiba.

"Gue Insan" sembari menjabat tangannya balik.

"Lo jurusan apa?" tanyanya lagi. Masih setengah kaget, saya bahkan sampai bingung apa jurusan saya.

"Hm...gue anak IT. Lo?"

"Jurusan Management Pemasaran. Lo semester berapa?"

"Gue semester tiga, lo sendiri?"

"Gue semester satu. Tadinya gedung gue belajar ada di sini, di lantai dua. Tapi sekarang pindah ke sebelah sana" sambil menunjuk arah gedung yang ia maksud.

"Oh Gedung TGP. Sekarang pindah ke sana?"

"Iya.."

"Eh, gimana rasanya kuliah?" tanya saya mencoba lebih bersahabat.

"Enak...asik kok~" katanya sembari mengacungkan kedua ibu jarinya,"Yaudah, gue duluan ya" katanya sembari melambai, menjauhi saya. Saya melambaikan tangan balik padanya.

Lantas, bagaimana perasaan saya setelah itu? Still, feel surprised with his sudden presence, of course. Saya sendiri masih merasa 'tersesat' dengan maksud lelaki itu. Tapi yakinlah, kalau saya bilang lelaki itu adalah salah satu mahasiswa berkebutuhan khusus yang mengikuti program khusus di kampus saya, mungkin kalian akan kaget dengan sikap familiarnya itu. Saya pun masih. Saking familiarnya, saya seperti berbincang dengan kawan lama. Saya merasakan sesuatu yang menyenangkan ketika berbincang dengannya meski hanya beberapa kali tanya jawab yang kami lakukan.

Dan sebelum kedatangannya, ada beberapa mahasiswa berkebutuhan khusus lainnya yang berebutan menuruni tangga dari lantai dua gedung yang saya diami itu. Tangganya tepat di dekat tempat saya mengecharge laptop. Ada tiga orang lelaki yang dengan tergesa-gesa berlarian lantas saling kejar. Tertawa. Dalam hati saya, senangnya mereka....masih bisa tertawa seriang itu. Masih bisa main kejar-kejaran di kampus sebahagia itu. Kalau mahasiswa lain, mungkin akan malu melakukannya di kampus. Selain mengingat usia mereka yang tak lagi anak-anak, mungkin rasa malu atau gengsi terhadap orang banyak (terutama lawan jenis) makin membengkak di diri. Atau mungkin mereka pikir hal itu sudah tidak layak dilakukan untuk usia mereka. Dan sesadar-sadarnya, saya mengamini hal itu.

Tidak terlintas rasa ingin merendahkan atau mendeskriminasi mereka, malahan merasa sedikit iri dengan anak-anak berkebutuhan khusus itu. Bahwa dalam kekurangan mereka, mereka masih memiliki rasa percaya diri yang besar dan kemauan untuk masuk dan menyatu ke dalam lingkungan mereka. Meski di lain waktu, mereka punya dunianya sendiri. Apa yang saya dapatkan dari Bibi salah satunya; keberanian untuk mengenal orang lain, percaya diri, dan semangat belajarnya. Entah apa saja yang ia pelajari selama di kampus, mungkin memang berbeda bobotnya dengan mahasiswa pada umumnya, tapi dari kata-kata dan mimiknya, saya mendapati bahwa ia benar-benar menikmati proses belajarnya di kampus. Dan kemampuannya dalam bersikap familiar. Saya mungkin tidak akan seberani dia dalam menyatakan keberadaan diri pada orang lain dan lingkungan, apalagi pada orang asing. Dan belum tentu orang lain juga bisa melakukan hal yang sama seperti Bibi. Dan.... bahagia milik tiga lelaki ceria itu. Mereka tidak merasa malu untuk main kejar-kejaran, selama mereka bahagia, orang lain bisa apa? Mereka melakukan apa yang mereka suka. Mereka tidak memiliki batasan. Sama seperti diri kita ketika kecil dulu. Terjatuh sekalipun, kita masih berusaha untuk bangun lagi lantas belajar berjalan, sesekali menertawai diri sendiri dan benda-benda yang kita anggap lucu disekitar kita, dulu. Iya...dulu, waktu kita kecil. Lantas, kemana diri kita yang seperti itu sekarang? Apa diri kita itu hilang dimakan waktu? Lebur bersama semua masalah yang kita hadapi ketika kita beranjak dewasa?

Kenapa saya bicara seperti ini? Saya pikir, sudah banyak dari kita yang lupa bagaimana caranya bahagia. Apalagi seiring dewasanya kita, banyak masalah pula yang datang silih berganti, menguji kita lahir dan bathin. Karenanya, kita sering lupa bagaimana caranya bahagia. Kita hanya fokus pada masalah kita, bukan pada apa yang bisa diambil dari masalah itu. Alih-alih bersyukur, kita malah mengeluh, bahkan mungkin menyalahkan Tuhan atas apa yang kita alami. Kita seringnya lupa, bahwa masih banyak manusia di luar sana yang keadaannya lebih parah dari kita tapi masih bisa merasa bahagia. Contohnya, Bibi dan teman-temannya. Mereka yang katanya berkebutuhan khusus, malah yang sebenarnya lebih mengerti arti dari hidup. Bahkan mengaplikasikannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Mereka lebih normal dari status yang mereka sandang. Tapi kita semua yang katanya 'normal', seringkali jauh dari artian 'normal' itu sendiri. Seringkali kita mengeluh, menyalahkan Tuhan atas masalah yang kita dapati, tidak bersyukur...bukankah itu berarti kita yang 'memiliki kebutuhan khusus yang harus dipenuhi'? Kita juga sering luput akan hal-hal kecil yang sebenarnya bisa disyukuri dalam hidup yang bisa membuat kita bahagia.

Hari ini, dari mereka, saya belajar bahwa bersyukur dan menikmati hal-hal kecil dalam hidup bisa jadi jalan menuju bahagia saya, meski sederhana caranya. Karena Tuhan selalu menurunkan bahagiaNya dari mana saja, meski kecil dan kadang tak terlihat. Jadi intinya, harus ikhlas menerima dan bersyukur atas hal-hal kecil. Dengan begitu, kita bisa lebih dekat dengan Tuhan lantas bahagia dengan hidup kita, meski dalam kesederhanaan.

Hari ini, Tuhan mengajarkan sesuatu pada saya lewat anak-anak itu. Terimakasih untukNya. Saya senang bisa mengenal Bibi. Mungkin lain kali, kalau kami berpapasan, saya akan menyapanya lantas berterimakasih...karena mau mengenal saya. Menjadi teman saya. Dan mengajarkan sesuatu yang tanpa ia sadari saya dapatkan darinya.




Insan Kamalia R.
Untuk para teman-teman mahasiswa yang mengikuti program khusus : Selamat datang di kampus tercinta. Semoga kalian terus belajar, dan terus menyebarkan kebahagiaan untuk sekitar :')

No comments:

Post a Comment