Wednesday, January 7, 2015

Hari ke 9

Malam ini datangnya seperti terlalu tiba-tiba. Karena ia membawa segala ingatan tentangmu kembali lagi ke dalam kepala. Rupanya malam tak hendak memejamkan mataku. Tidak saat ini. Ia memberikanku sebuah fragmen waktu di kepalaku yang tak bisa aku ulang lagi. Tak bisa dikembalikan lagi.


Sudah lama aku tidak memaksakan diriku untuk melupakanmu. Sudah lama pula aku tidak membuka kapsul waktumu. Sudah lama aku tak marah pada diriku sendiri karena hal itu. Mungkin karena aku tahu, rindu-rindu akan meradang nanti atau mungkin patah hati terasa lagi kalau aku melakukan hal itu untuk kesekian kali.

Aku menyalakan lampu kamarku. Pandanganku jatuh pada kotak hadiah yang tak (sempat) ingin aku buang dan segala hal tentangmu di sudut sana. Mungkin aku akan patah hati lagi dengan semua kenangan itu tergeletak di sana, tapi tak apa, aku sudah bisa menerima. Lantas aku jadi benar-benar rindu padamu saat ini. Seisi kamarku mulai merindukan kehadiranmu pula di sini. Aku pernah memaksakan diriku untuk mencari lantas melupakanmu, tapi aku tak pandai untuk itu. Kau tahu betul aku penggeretak yang payah. Semua hal yang kita lalui itu masih terasa baru kemarin terjadi. Kehadiranmu masih terasa, karena semua kenanganmu masih tertinggal di setiap jengkal kamarku. Setiap bagiannya dibekukan waktu di sini.

Aku menyusuri waktu yang terlewat serta mimpi-mimpi yang kita tanggalkan di sudut mejaku. Lagi-lagi waktu bersamamu jadi sedimen ingatan di sana. Ada sebuah lembaran waktu yang membekukan senyummu. Senyum itu senyum yang sama dengan yang aku ingat. Terlalu banyak waktu yang aku lewatkan di sini sehingga senyummu ini diselimuti debu. Beberapa surat cinta di masa muda yang aku lupa kalau mereka pernah ada. Mereka semua saksi mati kita pernah bersama. Ah, kau meninggalkan terlalu banyak bukti keberadaanmu di sini. Mungkin karena kita sama-sama pernah jatuh cinta lantas patah hati, dan waktu ingin mendewasakanku dengan ini; dengan penerimaan yang lebih besar daripada hanya sekedar menerima dan jatuh cinta, melainkan merelakan yang pernah ada untuk tak dimiliki selamanya. Penerimaan mana lagi yang lebih besar dari itu sakit hatinya?
Malam tak juga hendak memejamkan mataku. Ia membiarkan aku patah hati lantas merindu seperti seisi kamarku yang rindu akan kehadiranmu di sini.

Kapan kau akan kembali? Masih banyak kenanganmu yang belum kau bawa pergi. Masih banyak waktu yang terlewatkan belum dibenahi. Tapi kini aku tak apa. Hanya mengingatkan kalau semua tentangmu masih tertinggal di setiap jengkal kamarku, di setiap bagian ingatanku. Entah sampai kapan.


Inspired Song by
Shinee – In My Room
Requested by

Anisa Yulianti Roesminto

No comments:

Post a Comment